Jejak Umbu di Tanah Bertuah

Sika Indry
Chapter #7

Hari yang Tidak Biasa

Sudah seminggu Reo berlatih memanah dengan Nai. Kata perempuan itu, Reo sudah mengalami sedikit peningkatan. Mengingat ucapan Nai membuat Reo tanpa sadar tersenyum sendiri saat sedang memasang pelindung dada dan pelindung lengan.

"Seleksi kejuaraan tinggal seminggu. Mending kamu ngundurin diri sebelum malu di depan banyak orang. Sistem seleksi kali ini langsung dari pusat, jadi pelatih enggak bisa ikut campur. Kalau kamu berharap bakal dilolosin seperti sebelumnya, lebih baik kamu segera bangun dari tidur, biar enggak terus-terusan bermimpi."

Reo tidak menyahuti ucapan Keanu meskipun telinganya panas mendengar olokan temannya itu. Dia memilih untuk mengingat nasehat Nai.

"Simpan saja ocehannya dalam hati kamu dan luapkan saat memanah. Bayangkan saja bahwa papan target itu wajah Keanu."

Sekali lagi, Reo tersenyum sendiri dan membuat Keanu yang masih ada di sebelahnya merasa dongkol. Bagaimana bisa Reo malah tersenyum dengan ejekannya.

"Segera berkumpul!" seruan pelatih membuat Reo, Keanu, dan pemain satu klubnya mendekat membentuk barisan.

"Seleksi kejuaraan tingga satu minggu. Keberhasilan kalian ditentukan oleh seberapa besar usaha dan hasil yang kalian peroleh sendiri nanti. Jadi, saya harap kalian kerahkan seluruh kemampuan maksimal kalian."

Usai sedikit prakata dari pelatih, Reo dan teman-temannya segera bersiap. Masing-masing dari mereka memasang quiver berisi anak panah dan menenteng busur panah masing-masing. Juga kuda pribadi mereka.

Satu per satu mendapat giliran melesatkan anak panah ke papan target. Namun, berkali-kali Keanu mencetak skor paling tinggi.

"Reo bersiap!" peringat Pelatih.

Reo membawa kudanya ke garis start. Ketika aba-aba terdengar, Reo memacu kudanya. Dia mengambil gerakan mengangkat busur dan menetapkan bidikan, sambil membayangkan wajah Keanu di papan target. Mengingat ejekan yang dilontarkan Keanu padanya, lantas setelah yakin pada bidikannya, Reo melesatkan anak panahnya segera.

Cincin kuning luar. Reo mendapat hasil terbaik dari beberpaa kali latihannya selama ini. Bukan hanya Reo yang terkejut dengan hasil yang dia dapatkan, melainkan juga teman-teman dan pelatihnya.

Reo tersenyum sumringah. Benar kata Nai, tidak ada hasil yang akan mengkhianati usaha.

Pelatihnya menyambut kedatangan Reo dengan senyum lebar. "Bidikan yang bagus!" puji beliau membuat Reo tersenyum semakin lebar. Sementara Keanu dan teman-temannya menatap sinis.

Reo tidak ingin peduli. Yang ada di pikirannya saat ini adalah segera menemui Nai dan menceritakan apa yang baru saja terjadi.

Perkembangan keahlian memanah Reo mengalami peningkatan. Meskipun tidak semua bidikannya mendapat poin yang bagus, setidaknya tidak ada anak panah yang meleset dari papan target.

"Kemajuan yang bagus. Tingkatkan lagi!"

"Iya, Pelatih," sahut Reo santun.

"Sikap kamu juga berubah," celetuk pelatihnya.

"Hmmm," Reo agak kaget dengan kalimat itu.

"Kamu lebih sopan. Belajar dari seseorang?"

Reo tersenyum kucing sambil mengusap tengkuknya.

"Enggak apa-apa kalau kamu belajar dengan orang lain. Itu sebuah usaha yang bagus. Saya sangat senang." Pelatihnya menepuk pundak Reo sambil tersenyum sebelum pergi.

"Pelatih!" panggilan Reo membuat pelatihnya berhenti dan berbalik. Reo berlari kecil mendekatinya. "Terima kasih untuk semuanya. Maaf, selama ini serinh mengecewakan."

Pelatihnya tersenyum semakin lebar. Ditepuknya pelan lengan Reo. "Belajar kalimat baik seperti ini dari mana?"

Dulu, Reo sangat sulit untuk mengucapkan maaf dan terima kasih. Sebagai laki-laki muda, egonya cukup tinggi untuk bersikap merendah.

Reo kembali tersenyum malu-malu.

"Berlatih lebih rajin!" pesan pelatihnya kemudian pergi.

Dalam diamnya, Reo berjanji dalam hati bahwa dia akan membalas kebaikan pelatihnya pada dirinya selama ini.

Saat dia bersiap pergi, tiba-tiba sebuah anak panah menyerempet lengannya dan membuatnya terluka.

"Maaf, tidak sengaja!"

Seruan itu membuat Reo yang sedang memeriksa luka di lengannya mengangkat wajahnya. Tampak Keanu sedang memegangi busur panah. Sementara di samping kanan-kirinya, teman-teman satu klubnya menatap Reo dengan bibir memicing.

"Tidak sengaja apanya. Dia bahkan mengatakannya tanpa merasa bersalah," kemam Reo sedikit kesal. Namun, bayangan wajah Nai di kepalanya membuat Reo tidak ingin memperpanjang masalah. Dia hanya ingin bertemu Nai sekarang.

ԉ

Sepertinya kerja sama antara Pemerintah Kota dan Pak Ramzan berhasil. Pengunjung Equestrian Land mengalami peningkatan pesat setelah iklan yang dipandu Jola dan Nakula ditayangkan. Terlebih karena pengunjung tahu jika Nakula dan Jola akan rutin berkunjung ke Equestrian Land. Jika beruntung, pengunjung bisa bertemu dan meminta foto.

"Kamu tidak takut kuda-kuda itu akan mencelakai kamu?" tanya Jola saat menemui Nai yang baru saja selesai memasukkan kuda ke dalam kandang.

"Kalau kita memperlakukan kuda itu dengan baik, dia juga baik pada kita."

"Kamu tidak pernah ditendang kuda?"

Nai tersenyum. "Pernah, sekali."

"Enggak trauma?"

Nai menggeleng. "Kuda bagi keluarga kami sudah menjadi bagian dari hidup. Jadi tidak ada yang namanya trauma." Perempuan itu terdiam dan membatin, bahkan Na’a mati karena terinjak kuda. Meskipun aku merasa itu tidak benar. Aku mengenal baik kuda kesayangan Na’a. Dia tidak mungkin tidak mengenali tuannya.

"Nai!"

Teriakan lantang itu mengagetkan Nai dan Jola. Dengan senyuman lebar, Reo berlari ke tempat Nai dan tanpa diduga, dia langsung membopong Nai dan memutar-mutarnya sambil tertawa bahagia.

"Reo, turunin! Kepalaku pusing!" teriak Nai sembari berpegangan erat pada Reo. Sementara Jola melihatnya dengan wajah murung.

Reo menurunkan Nai sambil menata napasnya yang naik turun. Bibirnya masih tidak berhenti tertawa. Sementara Nai yang baru diturunkan sempoyongan hampir jatuh karena pandangannya berputar-putar. Reo bahkan harus membantunya agar tidak oleng.

Lihat selengkapnya