“Sebentar!” seru Desi panik. “Arwah penasaran? Kok gitu?!”
“Karena kamu tidak benar-benar mati. Kamu hanya terlempar dari jalinan waktu.”
Desi mengerutkan kening dalam. Sementara itu keadaan semakin gelap seiring dengan terbenamnya matahari. Untunglah lampu sorot mobil berhasil membuat sekeliling tidak terlalu mencekam.
“Gue masih belum paham.”
“Tidak apa. Kamu memang tidak perlu sepenuhnya memahami semua ini. Aku pun juga tidak terlalu memahaminya.” Lukas menyahut santai. “Yang terpenting adalah kamu tidak boleh melewati batas waktu tiga bulan. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.”
“Gue pernah baca tentang grandfather paradox dalam perjalanan waktu,” gumam Desi. “Itu bakal ngaruh ke perjalanan waktu ini atau enggak?”
“Apa itu grandfather paradox?”
“Sebuah teori paradoks yang menjelaskan kalau seandainya lo balik ke masa lalu dan bunuh kakek lo, berarti ayah atau ibu lo enggak bakal hidup di dunia ini. Otomatis, lo pun enggak bakal ada di dunia ini. Yang artinya, lo enggak akan mungkin bisa melakukan perjalanan waktu karena kehadiran lo di dalam waktu itu sendiri enggak ada.”
Lukas manggut-manggut. “Sepertinya aku paham. Dan untuk menjawab pertanyaanmu sebelumnya, kurasa hal itu mungkin saja terjadi.”
“Berarti gue cuma harus hati-hati aja biar enggak terjadi paradoks itu kan?”
“Terserah padamu, Desi. Pilihan ada di tanganmu.”
Desi menyugar rambutnya sambil mendesah. Ia masih belum yakin dengan seluruh perjalanan waktu dan “pilihan ada di tanganmu”. Bagaimana kalau ia membuat pilihan yang salah? Bagaimana kalau ia justru membuat semuanya runyam? Seperti yang ia lakukan satu tahun—
“Tapi, Des.”
Desi menarik napas dalam-dalam. Ia sangat bersyukur suara Lukas berhasil memecah pemikiran-pemikiran buruknya.
“Apa?” Akhirnya ia menyahut setelah berhasil menguasai diri.
“Waktu tiga bulan yang diberikan Tuhan itu … harus kamu bayar.”
“Bayar?”
“Ya. Bayar.” Lukas mengangguk dengan ekspresi serius. “Kamu harus membayarnya nanti, setelah semua berakhir.”
“Bayar pakai apa? Duit?”
“Aku juga tidak tahu. Tuhan sendiri yang akan menagih pembayaran itu padamu setelah waktu tiga bulan habis.”
Desi berdeham pelan. “Kayaknya gue tahu apa bayarannya. Tapi, oke. Itu nanti aja kita pikirin. Sekarang, kita fokus aja cari rumah kakek-nenek gue.”
“Baiklah.” Lukas mengangguk.
“Eh, tapi, gue boleh interaksi sama siapa aja kan? Termasuk ibu, kakek, dan nenek gue?”
“Boleh. Tidak ada batasan. Tidak ada pantangan. Tidak ada larangan. Kamu benar-benar bebas melakukan apa saja selama tiga bulan ini.”