Jejak Waktu Desi

Khaulah
Chapter #5

[5] Mencari Rumah

“Kamu yakin ini jalan yang benar, Des?” tanya Lukas sambil memandang ke sekeliling. “Sepi sekali.”

Desi memelankan laju mobil hingga akhirnya berhenti di tepi jalan. Sebuah kebun yang cukup luas dengan pohon-pohon pisang berjajar di sebelah kirinya, sementara deretan rumah-rumah yang setengah jadi tampak di sebelah kanan.

“Itu … rumahnya?” tanya Lukas lagi. Ia memicingkan mata, berusaha menatap menembus kegelapan. “Kok kayak baru dibangun?”

“Sialan!” umpat Desi sambil mengacak rambutnya—yang sudah kering akibat pendingin mobil—dengan gusar.

“Apa? Ada apa?”

“Ini November 1992 kan?”

“Iya.”

Desi menyandarkan tubuh lalu memijat dahi. “Keluarga nyokap gue belum pindah ke sini. Mereka baru bakal pindah Desember nanti.”

“Oke …” gumam Lukas. “Kalau enggak di sini, keluarga ibumu di mana?”

“Gue enggak tahu.”

“Coba ingat-ingat. Mungkin ibumu pernah bercerita sesuatu padamu,” desak Lukas. Matanya memandang berkeliling dengan waspada.

“Ini semua gara-gara lo!”

“Aku? Mengapa aku?”

“Kalau lo bisa bikin hape gue nyala, mungkin kita enggak bakal kesasar kayak begini!”

Lukas mengerucutkan bibir. “Sudah kubilang, benda itu tidak ada gunanya di masa ini. Kamu tidak akan bisa menggunakan aplikasi peta.”

“Yah, terus sekarang kita harus apa?! Gue sama sekali enggak tahu di mana Nyokap!” Desi memejamkan mata sejenak tapi kemudian ia membukanya lagi. “Tunggu dulu.”

“Nah! Ada ide cemerlang?” tanya Lukas sambil tersenyum penuh semangat.

“Diam aja deh lo!” tukas Desi ketus. Ia kemudian menundukkan kepala sambil mengerutkan kening, tampak sedang berpikir dalam.

“Ada apa, Desi?”

“Diam.”

Lukas menggigit bibir bawahnya dengan gelisah. Ia rasanya ingin sekali masuk ke dalam pikiran gadis itu. Sayangnya, hanya Tuhan yang memiliki kemampuan tersebut.

“Oke. Kayaknya … gue tahu keluarga nyokap gue di tahun ini tinggal di mana.”

“Benarkah?”

Desi mengangguk. Walau ia masih ragu, tapi setidaknya tidak lagi terlihat putus asa.

“Waktu gue masih kuliah, gue pernah napak tilas rumah lama Nyokap di daerah Kebayoran Lama. Kayaknya, di tahun 1992 ini, keluarga Nyokap masih di sana.”

“Bagus! Apakah kita akan ke sana sekarang?”

Desi mengangguk. “Semoga aja gue masih bisa kenal sedikit jalanannya …. Tapi, gue enggak yakin bensin mobil bakal cukup.”

“Bukan masalah. Aku bisa membuat bensin mobilmu tidak akan habis sampai perjalanan waktu ini selesai.”

“Oke. Tapi gue enggak yakin sama arah jalannya. Maksudnya … jalanan di zaman gue dan zaman ini pasti beda banget kan?”

“Kamu bilang bisa mengenal sedikit jalanan ini!”

“Iya, gue mungkin bisa kenal jalanan menuju ke daerah rumah keluarga nyokap gue! Tapi bukan jalanan di sekitar sini!”

“Hm … coba aku tanya pada Tuhan terlebih dahulu.”

Lukas memejamkan mata sambil berkomat-kamit. Tapi Desi tidak bisa memahami apa yang ia katakan sama sekali.

“Coba periksa peta digital di ponselmu.”

Desi mengerjap. Untuk beberapa saat, ia hanya bisa mematung. Sedetik kemudian, ia memukul bahu Lukas.

“Kenapa enggak dari tadi sih?!”

“Aduh! Tidak perlu kasar begitu! Aku hanya mengikuti perintah Tuhan.”

Lihat selengkapnya