Jejak Waktu Desi

Khaulah
Chapter #9

[9] Kamar Kos

“Kalau misalnya belum bisa bayar, enggak apa, Mbak. Yang penting bayar tagihan listriknya harus tepat waktu. Biar satu kosan enggak mati lampu.”

“Iya, Bu. Semoga saya bisa selalu bayar tepat waktu juga, ya.”

Bu Lela—pemilik rumah kos khusus putri—tersenyum. “Amin. Saya percaya sama Mbak Desi. Soalnya kelihatan orang baik.”

Desi tersenyum. “Terima kasih banyak ya, Bu.”

“Sama-sama, Mbak. Silakan beres-beres. Kalau butuh sesuatu datang saja ke rumah saya, yang nomor tujuh di pojok itu ya.”

“Siap, Bu.”

Setelah itu, Bu Lela berlalu, meninggalkan Desi berdiri di dalam kamar kos kecil yang baru saja ia sewa.

“Kamu sangat beruntung.”

“Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan semesta alam,” angguk Desi sambil menyapu lantai yang agak berdebu.

“Biaya sewa kamar kos ini … apakah termasuk murah?” tanya Lukas sambil memandang berkeliling.

“Enggak murah banget, tapi juga enggak mahal. Menurut gue, termasuk standar untuk tipe kamar kayak gini.”

Rumah kos khusus putri itu ia temukan secara tidak sengaja. Desi sedang makan—bukan nasi pecel, karena ia tidak berhasil menemukannya—di warung pinggir jalan ditemani Lukas ketika matanya menangkap sebuah papan yang tergantung di dekat jalan kecil bertuliskan “ADA KOSAN”.

Langsung saja ia memeriksa kebenaran iklan tersebut. Dan sampailah ia di rumah besar milik Bu Lela dan suaminya.

Bagian kanan merupakan rumah inti keluarga Bu Lela, sementara bagian kiri dibangun bertingkat dan dipenuhi kamar-kamar kos. Keduanya hanya dipisahkan oleh kerai. Kamar-kamar itu sudah penuh terisi, kecuali yang terletak di lantai bawah dan dekat dengan pagar. Tidak ada yang mau mengisinya karena berukuran paling kecil. Namun, bagi Desi, itu sudah lebih dari cukup.

Ada sebuah area di bagian tengah lantai dua yang disulap menjadi dapur dan ruang makan. Kamar mandi terletak tak jauh dari sana, lengkap dengan WC jongkok, ember, dan gayung.

Yang terpenting, harga sewa kamar kos itu tidak terlalu mahal. Desi sudah membayar untuk satu bulan ke depan dengan sisa uang yang diberikan oleh ibu Mas Aris. Dan nanti, gajinya lebih dari cukup untuk membayar uang sewa dan biaya hidup.

“Kamu yakin semua ini cukup, Desi?” tanya Lukas dengan ekspresi cemas. Entah apa yang ada dalam benaknya.

“Cukup, kok. Lagian, gue enggak bakal selamanya tinggal di sini, kan? Cuma sementara aja. Sampai urusan di era ini selesai.” Desi meletakkan sapu dan memandang berkeliling. “Yup. Lebih dari cukup.”

“Di mana kamu akan tidur? Di sini tidak ada tempat tidur.”

“Gue punya kasur lipat di mobil. Nanti pakai itu aja.”

“Bagaimana dengan baju ganti?”

“Ada beberapa kaus bersih di mobil gue. Kayaknya ada celana jeans juga.”

Lihat selengkapnya