Bel berdenting lembut ketika Aris mendorong pintu dan melangkah masuk. Toko tersebut kosong melompong kecuali seorang pria tua berpunggung bungkuk dan seorang gadis berusia sekitar 12 tahun.
“Selamat datang, Tuan!” sapa si gadis dengan suara ceria nan melengking. “Ingin membeli apa? Kalung? Gelang? Cincin? Anting? Arloji? Kami punya semuuuanya!”
Mau tidak mau, Aris tersenyum geli melihat gaya si gadis. Pria tua yang tengah duduk sambil mengelap kaca-kaca etalase pun terkekeh.
“Saya bukan ingin membeli,” ujar Aris kemudian. “Saya ingin mengambil barang pesanan.”
“Kalau begitu, Anda harus menyerahkan bukti pengambilan barang, Tuan,” sahut si gadis dengan lagak tegas.
“Tentu saja!” Aris tertawa kecil. Ia merogoh saku jas dan mengeluarkan selembar kertas merah muda yang dilipat kecil. “Ini kan maksudmu, Nona Kecil?”
Si gadis menerima kertas tersebut dan langsung menelitinya dengan saksama. Setelah merasa yakin bahwa kertas tersebut asli, ia manggut-manggut.
“Baiklah. Tunggu sebentar, sementara saya carikan barang yang Anda pesan ini, Tuan.”
“Ada di sini,” sela pria tua berpunggung bungkuk di samping si gadis. Ia menyodorkan sebuah kotak beludru biru tua kepada Aris. “Silakan dicek terlebih dahulu, Tuan. Namun, saya jamin hasilnya sangat bagus, tanpa cacat sedikit pun.”
“Karena Kakek sangat jago membuat perhiasan!” celetuk si gadis.
“Aku tidak meragukan itu.” Aris tersenyum. Tetapi, ia tetap membuka kotak beludru tersebut.