Kayla berjalan di koridor FISIP dengan santai, meski tak jarang banyak pasang mata yang meliriknya dengan berbagai macam tatapan. Kayla sudah tidak peduli dengan apa arti tatapan-tatapan itu kepadanya. Meski sudah terbukti jika apa yang tersebar dahulu adalah fitnah, namun beberapa dari mereka masih menganggap jika Kayla adalah gadis yang murah. Namun Kayla tidak peduli. Dia punya banyak orang disekelilingnya yang siap kapan pun untuk maju jika terjadi apa-apa. Dan lagi pula, semenjak orang-orang tahu hubungan dirinya dengan Jevin Kanindra sang primadona, Kayla merasa aman meski tatapan-tatapan sinis itu kerap kali Kayla jumpai di saat ia tengah sendirian. Ya, setidaknya mereka hanya memberikan berupa tatapan sinis, tidak melakukan apa pun seperti dahulu saat rumor masih menyebar seantero kampus.
“Kayla?” mendengar namanya dipanggil dari arah belakang membuat Kayla menghentikan langkahnya dan membalikkan badan. Raut wajah gadis itu sangat jelas menunjukkan jika dia tidak suka dengan orang yang ada di hadapannya saat ini.
“Lo ngapain jauh-jauh ke FISIP gini? Ada urusan? Kalau memang ada, ya sudah urusin aja sana urusan lo, gak usah pakai acara tegur gue segala, bisa?” Kayla benar-benar kesal sekarang. Seharusnya dia sudah sampai ke kelas, namun kenapa dia malah meladeni Sasa seperti ini?
“Gue ada urusan sama Jevin. Gue cuma mau tanya dia udah datang belum? Kalian gak bareng, ya?” mendengar hal itu, lantas membuat Kayla mendengus sinis. Urusan apa sih yang Sasa maksud? Apa yang membuat gadis itu mempunyai alasan untuk bertemu dengan Jevin sekarang?
“Ada apa?” keduanya menoleh serempak. Yang dibicarakan datang dengan wajah mengernyit bingung karena tadi ia samar-samar mendengar namanya disebut.
Jevin berdiri di samping Kayla, merangkul bahu gadis itu dengan santai sembari menatap Sasa yang ada di depannya. “Ada urusan apa, Sa?”
Sasa melirik tangan Jevin yang merangkul Kayla, terlihat mesra di penglihatannya, ia kemudian mengerjap beberapa kali saat tersadar tujuan awalnya jauh-jauh ke gedung Fakultas pemuda itu.
“Lo ditunjuk jadi kepala depertemen DKV ‘kan, Je?”
“To the point,” ucap Jevin tak mau berbasa-basi.
Sasa mengangguk mengerti. “Lo terima?”
“Belum tahu.” Jevin mengangkat satu alisnya, “Urusannya sama lo apa?”
Sasa menggeleng pelan kemudian melirik Kayla yang memperhatikannya dengan malas. “Gak apa-apa. Gue ke sini cuma mau pastiin lo bakal terima tawaran itu aja.” Sasa kembali mengalihkan pandangannya ke arah Jevin. “Pokoknya kalau lo sampai lepas tawaran ini, gue yakin lo bakal nyesal sih, Je. Soalnya kapan lagi coba?”
“Urusannya sama lo apa?” kini Kayla yang bersuara, merasa jengkel dengan Sasa yang entah kenapa malah tiba-tiba membujuk Jevin untuk menerima tawaran menjadi kepala depertemen BEM Universitas.
“Lo gak dukung Jevin, ya, Kay?” Sasa tiba-tiba melontarkan pertanyaan pada Kayla dengan nada sarkas. Ia mendengus, “Pantas aja Jevin bimbang mau terima atau enggak, ternyata lo yang gak mau dia naik jabatan.”
“Lo ngomong apaan, sih?” Jevin menyela saat Kayla ingin balas buka suara. “Mau gue terima atau enggak itu gak ada hubungannya sama Kayla, dan yang paling penting itu bukan urusan lo,” tegasnya, lalu menarik Kayla untuk beranjak dari sana, tidak lagi memperdulikan Sasa yang memanggilnya.
“Cewek freak.”
Kayla yang posisinya masih dirangkul oleh Jevin, menoleh dengan raut kaget saat mendengar kata yang keluar dari mulut pemuda itu. “Jevin ih!”
Jevin menoleh dengan kernyitan dahi, “Kenapa? Memang benar ‘kan?” Lantas hal itu membuat Kayla tertawa, kemudian ia lepaskan rangkulan Jevin dari bahunya dan beralih menggenggam tangan pemuda itu dengan senyum yang tercetak ceria dengan menampilkan barisan gigi putihnya, khas seorang Mikayla Zavira.
***
“Jadi, keputusan lo apa?”
Jevin yang sedang sibuk menghirup kuah bakso dari sendok melirikkan matanya sekilas pada Kayla yang duduk di depannya, tengah mengaduk-aduk es teh manis untuk meratakan gulanya yang tak kunjung larut dikarenakan suhu dingin akibat pengaruh es batu.
Kadang Kayla kesal dengan warung-warung yang membuat es teh manis tapi gulanya dilarutkan di suhu air yang sudah dingin, seharusnya larutkan dengan air panas terlebih dahulu sebelum memasukkan es batu.
“Gue masih bingung.” Jevin menghela napasnya berat, menegakkan kembali duduknya dengan pandangan lurus pada Kayla. “Menurut lo gimana?”
Kayla mengangkat kedua bahunya, menghirup es teh yang sudah selesai ia aduk menggunakan sedotan sebelum menjawab pertanyaan dari Jevin. “Gimana ya, Je … menurut gue, lo ikutin kata hati lo aja, gue bakal dukung apa pun itu. Gak usah kepikiran soal gue. Kalau soal masalah gak punya waktu nantinya, bukannya hubungan kita emang gak selalu andalin quality time? Lo lupa kalau selama ini kita jarang habisin waktu berdua karena lo selalu sibuk sama HIMA dan game lo? Jadi menurut gue, kalau lo terima tawaran jadi anggota BEM, gak akan ada bedanya, gue sama lo udah terbiasa gak habisin waktu bareng. Toh, di kelas kita juga ketemu.” Jevin mengerjapkan kedua matanya lambat, merasa bersalah setelah mendengar apa yang barusan Kayla ucapkan.
“Gue seenggak punya waktu itu ya buat lo selama ini?”
“Baru sadar?” Kayla terkekeh pelan, “It’s okay. Kita memang sama-sama bukan tipe manusia yang harus selalu ketemu kok, dan lo beruntung karena pacar lo itu gue yang juga lebih suka ngabisin waktu sendiri. Satu tahun jalanin hubungan sama lo, gue cukup tahu banyak bagaimana cara seorang Jevin Kanindra buat ungkapin rasa sayang dia. Gak secara blak-blakan, tapi cukup tersirat dengan apa yang lo lakuin. Dan gue suka dengan apa pun yang lo lakuin buat gue,” ujar Kayla, lalu kembali menghirup es teh manis pesanannya.
Tidak ada yang bisa mendeskripsikan bagaimana perasaan Jevin sekarang setelah mendengar apa yang baru saja Kayla katakan tentang dirinya.
“Jadi ya, Je, kalau lo emang mau dan sanggup, silahkan. Gue tau lo punya potensi di bidang ini, dan gue percaya sama lo, kalau lo pasti bisa.” Rasanya Jevin ingin memeluk gadis itu sekarang, namun sayangnya mereka sedang berada di tempat umum. Warung bakso yang mereka temukan di pinggir jalan karena mendadak lapar saat perjalanan pulang.
Jevin akhirnya tahu apa keputusannya sekarang.
***
Kampus pagi ini tengah ramai, dengan dilantiknya kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa yang baru, banyak orang yang terlihat sangat antusias terlebih para koalisi ormawa yang mendukung pasangan yang akhirnya terpilih menjadi ketua dan wakil BEM Universitas kali ini. Di antara kerumunan para tamu undangan yang terdiri dari para dosen hingga rektor, serta perwakilan setiap organisasi mahasiswa yang ada, Kayla berdiri menyaksikan dengan bangga saat Jevin dengan lantang mengucapkan sumpah untuk bertanggung jawab dan mengabdi selama masa kepengurusan. Namun di tengah perasaan itu, ada satu hal yang membuat Kayla merasa tidak nyaman.
Seseorang yang berdiri di samping Jevin sekarang sebagai wakil pemuda itu adalah orang yang paling Kayla hindari.
Salsabila, alias Sasa.
Pantas saja waktu itu dia juga berusaha membujuk Jevin untuk menerima tawaran menjadi kepala depertemen DKV, ternyata dia adalah wakil depertemen itu entah bagaimana ceritanya.
Saat pertama kali mengetahui ini, Jevin sudah hendak mengundurkan diri, ia tidak mau membuat Kayla menjadi tidak nyaman, namun lagi-lagi Kayla memberitahunya jika dia tidak akan mempermasalahkan apa pun itu karena dia percaya pada Jevin yang akan professional.
“Sekali lagi gue bilang, jangan terpengaruh karena gue. Gak usah pikirin gue, Je. Fokus aja sama apa yang udah lo putusin,” ujar Kayla saat itu.
Acara pelantikan berakhir pada jam dua belas siang tepat pada jam makan siang. Di tengah perbincangan para pengurus yang lain, Jevin pamit lebih dulu karena mau menghampiri Kayla yang baru saja mengiriminya pesan jika gadis itu tengah menunggu di gedung Fakultas FISIP. Kayla melambaikan tangannya saat keberadaan Jevin mulai terlihat, menyuruhnya untuk cepat karena sudah lumayan lama menunggu sendirian.