Di parkiran, Kanaya menunggu Farrel, berharap datang mengejarnya. Tapi hingga beberapa menit, Farrel tidak juga datang menghampiri. Dengan kecewa, Kanaya kembali ke Kantor. Kanaya menunggu Anesya di ruangan, banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan. Setengah jam kemudian Anesya masuk ke ruangan. Tanpa rasa bersalah Anesya melangkah dengan santai seperti tidak pernah ada masalah besar yang terjadi antara mereka.
Kanaya menatap tajam gadis bertubuh semampai itu, blus putih berumbai dan rok span ketat membut langkahnya gemulai.
“Nes. Sejak kapan kalian dekat?” tanya Kanaya, wajahnya mengkerut menunggu jawaban.
“Sejak Aku mengantar undangan yang kamu suruh ambil di percetakan.” jawab Anesya santai, suaranya terdengar manja, membuat Kanaya ingin muntah.
“Aku nggak nyuruh kamu ngantar undangan itu ke apartemen Farrel, uku Cuma minta tolong ambilkan di percetakan! Ngapain kamu anter ke apartemen Farrel?” tanya Kanaya yang tak habis pikir pada Anesya.
“Loh, memangnya kenapa kalau aku antar ke apartemen Farrel? aku nggak keberatan! Dan Farrel juga nggak keberatan, masalah buat kamu?” Anesya menoleh Kanaya lalu tersenyum sinis.
Hampir saja Kanaya menamparnya, Anesya buru-buru menangkap tangan Kanaya.
“Nay! Sudah saatnya kita bertukar posisi! Kamu harus merasakan apa yang kurasakan dulu! Gara-gara kamu, papa selalu menyudutkan aku, membandingkan aku dengan kamu! Papa lebih bangga kamu dari pada aku putrinya sendiri! Dan kamu menikmati itu, kan?” Anesya mendekatkan wajahnya ke muka Kanaya, sesaat kemudian, ia mendorong Kanaya hingga tersungkur beberapa langkah ke belakang.
Kanaya terbelalak mendengar penuturan Anesya, ia merasa telah melakukan satu kesalahan fatal, membiarkan gadis labil itu memasuki hidupnya.
“Jadi selama ini kamu Cuma pura-pura baik? Kamu sudah merencakanan semua ini? Kamu jahat, Anesya! Aku tidak pernah menyakitimu! Bahkan aku sayang sama kamu, aku percaya sama kamu! Tapi ini balasan yang kuterima, hiks, hiks, eegghh.” Kanaya menutup mulutnya dengan tangan, ia tidak ingin tangisnya terdengar hingga keluar ruangan. Sedetik kemudian Kanaya menyambar kunci mobil dan tas-nya kemudian setengah berlari ia meninggalkan kantor.
Anesya tersenyum puas.
“Ini baru permulaan, Kanaya! Tunggu sampai aku mengambil alih semua milikmu!” gumam Anesya tersenyum sinis.