Hari ini Hamam terpaksa membatalkan rencana pertemuannya dengan klien, karena ia harus mengantar sang ibu ke rumah sakit. Belakangan ini, Lestari memang sering drop. Menurut dokter Lestari sedang banyak pikiran. Hamam cuma bisa diam, ia tahu ibunya ingin menimang cucu. Tapi apalah dayanya, jangankan istri calon saja ia belum punya. Pernah beberapa kali ia mendekati wanita yang menurutnya menarik, namun setelah berkenalan, Hamam mundur teratur. Ia tidak yakin Wanita itu bisa menerima ibunya yang sangat butuh perhatian.
Tapi sejak berkenalan dengan Kanaya, Hamam menaruh kepercayaan bahwa Kanayalah orangnya, dialah gadis yang di kirim Tuhan untuknya.
“Hamam, kamu dengar, kan, kata Dokter! Ibu banyak pikiran. Kamu nggak naya pikiran apa yang bikin ibu sampe drop begini?” ujar Lestari dengan suara di lemah-lemahkan. Ia memang sengaja ingin membuat jagoannya itu cemas.
“Apa yang ibu pikirin sampe drop begini?” tanya Hamam pura-pura tidak tahu.
“Ibu, kan, sudah tua, le, ibu ingin melihat cucu ibu.” ujar Lestari cemberut, keningnya mengkerut.
“Sabar, bu! Ini Hamam juga lagi usaha.” Jawabnya dengan wajah memelas mendekatkan wajahnya pada sang ibu.
“Belum punya istri kok mau usaha! Piye, to, le.” bantah Lestari sembari mendorong pipi Hamam dengan satu jarinya.
Hamam tertewa geli melihat ibunya sewot.
“Ibu tunggu saja, sebentar lagi orangnya juga datang, tapi ibu janji harus cepat sembuh,” ujar Hamam. Digenggamnya jemari Lestari kemudian di ciumnya punggung tangan yang mulai mengkerut itu.
Lestari berpikir keras, mencoba mencerna ucapan Hamam. Sesaat kemudian seorang wanita memakai kerudung ungu muncul dari balik pintu, setelah mengucap salam, malu-malu ia mendekat, lalu mencium punggung tangan Lestari.
Hamam terpana melihat penampilan Kanaya. Cantik, gumamnya dalam hati.
“Siapa ini, Mam?” tanya Lestari setelah merapikan duduknya. Dipandangnya gadis bermata sayu itu dengan wajah berbinar.
“Ini Kanaya Jefanti, bu, calon menantu ibu.” ucap Hamam sembari mengangkat alisnya melirik Kanaya. Sontak saja wajah Kanaya merona. Ada debaran aneh yang ia rasakan, debaran yang membawa jiwanya melayang tinggi menari-nari di angkasa.
“Masya Allah, ini calon menantu ibu? Cantik sekali, Sini sayang, duduk dekat ibu.” Wajah Lestari berseri-seri melihat Kanaya yang tertunduk malu, di raihnya tangan gadis itu lalu dengan lembut ditariknya mendekat.
Kanaya terharu melihat sambutan Lestari, ada rasa yang membuncah di dadanya. Rindu pada Niken sang mama, seakan terobati. Ditatapnya Lestari penuh kasih setetes air mata tumpah membasahi pipi mulusnya.
“Loh, kok nangis, cah ayu?” Lestari menarik Kanaya kepelukannya, mengusap lembut kepala gadis yatim piatu itu.