“Hai, Kanaya! sory banget aku jadi ngerepotin kamu. Tapi aku beneran ingin memperbaiki hubungan kita, seperi dulu lagi.” Tutur kata Anesya sungguh bijak, santun dan juga merendah. Siapa yang percaya jika ia sanggup melakukan di luar batas kewajaran.
“Nggak usah basa-basi, Nes! Tapi aku ingetin kamu, ya! jangan pernah mengusik hidupku lagi, itu nggak akan berhasil.” Ancam Kanaaya, wajahnya sangat tidak bersahabat.
“Nay, aku ke sini mau baikan sama kamu, meluruskan semua salah paham kita. Ohiya, papa turut burduka atas meninggalnya kedua orang tua kamu, mereka belum sempat berziarah ke makam.” Ujar Anesya, suaranya terdengar lembut menyejukkan jiwa.
“Oke sekarang masalahnya clear, sekarang pergilah. Aku sibuk, suamiku baru pulang kantor, aku harus menyiapkan makan malamnya.” ucap Kanaya tanpa basa-basi.
Lestari diam di sudut ruangan, ia hanya mengawasi keduanya. Anesya sadar, usahanya meyakinkan Kanaya untuk berdamai sepertinya sia-sia. Ia pun mencari perhatian Lestari.
“Oke, makasih banget, ya, udah mau nemuin aku. Walau sebenernya aku sedih sikap kamu masih seperti ini. Aku harap suatu hari nanti kamu mau memberiku kesempatan untuk mengklarifikasi masalah ini. Ya udah aku pamit dulu.” Anesya ingin memeluk Kanaya tapi tangan Kanaya terlebih dulu menahan tubuhnya.
Anesya tidak terlalu mempermasalahkannya, lalu ia berjalan mendekati Lestari.
“Bu, saya pamit dulu, ya.” sapanya sambil menunduk memberi hormat.
Anesya pergi dengan tekad baja, ia bersumpah akan mengambil kebahagiaan Kanaya. ia ingin setiap kebahagiaan yang dimiliki Kanaya harus menjadi miliknya. Kanaya harus terpuruk di kamar mengurung diri, seperti hidupnya dulu.
Sejak saat itu, diam-diam Anesya menemui Hamam, alasannya sederhana, ia ingin mencari jalan keluar agar masalahnya dengan Kanaya clear. Awalnya Hamam serius menanggapi dan berusaha mencari jalan keluarnya, namun lambat laun ia merasa ada yang tak lazim dengan pertemuan mereka. Status Anasya yang sudah bersuami dan dirinya juga sudah beristri, sangat tidak pantas jika sering bertemu berduan. Hamam pun bertekad mengakhiri semuanya.
Sikapnya mulai berubah pada Anesya, ia tidak lagi memperdulikan wanita agresif itu. Menurutnya Anesya memang sengaja mendekatinya dengan alasan konsultasi memecahkan masalahnya dengan Kanaya.
“Nes, plis, jangan temui aku lagi. Jika memang kamu merasa tidak bersalah, ya sudah. Kanaya juga sudah tidak mempersoalkan lagi. Dan kamu juga nggak perlu mati-matian deketin aku! Aku sudah Bahagia bersama Kanaya, dan kamu juga sudah ada Farrel kan?” Suara Hamam mulai meninggi.
Anesya menunduk, ia memasang wajah sedih.