Sejak mendekati Hamam Anesya jadi sering mangkir dari kantor, sehingga Exel pun uring-uringan. Tapi Anesya tidak ambil pusing, bahkan semakin menjadi. Ia sudah tidak tertarik menjadi eksekutive marketing, sejak Tahu Kanaya menikah dan menjadi Nyonya rumah tangga. Ia merasa konyol harus bekerja dan menuruti perintah Exel, sedangkan Kanaya menjadi ratu yang hanya duduk manis di istana Hamam.
“Harusnya aku yang jadi ratu di rumah itu, bukan Kanaya!” teriaknya di depan cermin. “Kamu harus mati Kanaya! Aku akan menyingkirkanmu … hahahaha.” Anesya tertawa di depan cermin, ia membayangkan Kanaya merangkak memohon ampun padanya dan akhirnya hangus terpanggang.
Anesya sangat menikmati saat-saat keterpurukan Kanaya, ia mengarang cerita pada Tomy dan Sinta, bahwa Kanaya iri padanya karena telah mendapat kepercayaan penuh dari perusahaan untuk menggantikan Kanaya. dan Kanaya dipecat karena lalai dalam tugas. Baros tidak terima Kanaya di pecat lalu terkena serangan jantung. Sedangkan Farrel, jatuh hati padanya saat pertama kali mereka bertemu, dan lebih memilih dia dari pada Kanaya yang sudah menjadi pengangguran dan setres karena sibuk mengurus ibunya yang sakit dan akhirnya meninggal saat serangan stoke kedua. Tensinya naik mengetahui Kanaya di tinggal oleh Farrel.
Tanpa konfirmasi, Tomy dan Sinta percaya sepenuhnya pada Anesya. Anesya berhasil mengadu domba Tomy dan Kanaya, membuat keduanya enggan saling berkomunikasi. Samapi-sampai Tomy enggan mengunjungi makam Baros dan menjenguk Niken yang sedang sakit saat ia datang ke Jakarta menghadiri pernikahan Anesya, putrinya. Ia kesal pada keluarga itu, sebab Anesya sering menagis menelphon karena harus menyiapkan sarapan dan membereskan rumah dulu baru diizinkan berangkat ke kantor.
Tomy tidak menyangka, jika Baros memperlakukan putrinya seperti itu, padahal selama ini ia sangat mensuport keberhasilan Kanaya. Akhirnya ia menduga jika selama ini Baros mentertawakan dirinya yang memiliki anak seperti Anesya. Karena itulah iya sangat senang Anesya berubah dan berhasil melampaui kesuksesan Kanaya. ia bahagia mengetahui Anesy tidak rela orangtuanya diolok-olok, dan terpacu untuk memperbaiki diri.
Anesya berbaring di atas tempat tidur, ia puas telah berhasil membuat Tomy bangga padanya, apapun keinginannya saat ini, semua dituruti oleh Tomy. Ia tersenyum menatap langit-langit kamarya, ia membayangkan Hamam ada di sisinya. Sedangkan Kanaya, meraung-raung di luar sana meratapi nasib. Anesya membelai rambutnya sendiri, matanya berbinar. Ia terus berhalusinasi bersama bayangan Hamam dan Kanaya.
Di kantor, Eksel sedang sibuk menghubungi Anesya, namun tetap tidak ada jawaban. Sedangkan jadwal meeting dengan beberapa klien tak sanggup lagi ia tangani seorang diri. Bahkan beberapa klien yang sudah menyatakan siap bekerjasama, membatalkan perjanjian sepihak.
Sesal memang selalu datang belakangan. Kini ia sadar telah membuang berlian dan menyimpan batu yang tak berharga. Ia di desak oleh CEO perusahaan tempatnya bekerja untuk memanggil kembali Kanaya, namun Kanaya menolak bekerja kembali di perusahaan itu. dan Exel harus menanggung amarah bosnya karena memecat Kanaya tanpa berdiskusi terlebih dahulu. Exel di mutasi ke Kantor cabang di Kalimantan.
******
Dua minggu sudah Hamam dan keluarganya berlibur bersama. Sekembalinya ke tanah air, mereka kembali disibukkan dengan rutinitas. Seperti pagi ini, Hamam pergi ke Bandung mengunjungi para petani kopi. Hamam berkeliling kebun ditemani Dadang mandor perkebunan. Lelah berkeliling, Hamam kembali ke hotel untuk beristirahat.
“Mas Hamam,” sapa Anesya berdiri tepat di depannya.
Hamam terperanjak melihat Anesya, matanya membulat seperti melihat setan. Jantungnya berdegup kencang, cemas, iya, dia cemas melihat Anesya kembali menggodanya. Kini ia bisa merasakan ketakutan Kanaya, rasa iba pada istrinya itu membuat ia kesal pada Anesya.
“Ngapain kamu ke sini?!” senggak Hamam.
Anesya memasang wajah sedih, ia mengkeret seolah ketakutan. Perlahan dikeluarkannya selembar kertas.