Mentari pagi bersinar terang mengucapkan selamat pagi pada dunia. Angin pagi sejuk membuat dedaunan menari-nari bahagia. Suara kicau burung mengalun merdu didengar telinga.
Terlihat suasana kamar yang begitu rapi dan bersih. Ranjang besar bewarna putih dan tertata rapi. Bingkai foto berisi beberapa foto pernikahan tertata rapi diatas nakas. Tirai putih menari-nari tertiup angin pagi yang begitu sejuk. Dari arah jendela terlihat sinar matahari masuk menerobos melalui sela-sela jendela yang terbuka. Suasana pagi ini begitu sejuk dan hangat.
Tampak seorang wanita berbalut baju bewarna putih memandang dari balik jendela kaca. Matanya bulat berbinar menatap keluar jendela kaca dihadapannya. Bibirnya tersenyum melihat pemandangan diluar sana. Perlahan dia memejamkan mata untuk menikmati suasana yang begitu damai dalam jiwanya.
Angin sejuk dan hangat mentari menembus tubuhnya sampai ketulang. Damai adalah kata yang tepat untuk menggambarkan suasana hatinya.
Ketika wanita itu masih sangat nyaman dengan keadaan ini tiba-tiba suara seorang pria memanggilnya dan seketika membuyarkan lamunanya.
"Lisa.. Elisa"
Wanita itu membalikkan tubuhnya untuk melihat seseorang yang memanggilnya. Wajahnya begitu ayu wanita Jawa. Kulitnya kuning langsat dan bola matanya hitam pekat. Wanita itu tersenyum menampilkan giginya yang putih dan tertata rapi.
"Ayo berangkat nanti kita terlambat." Ajak seorang pria diambang pintu kamar.
Wanita bernama Elisa itu tersenyum dan melangkah keluar untuk menghampiri pria yang baru saja mengajaknya pergi.
"Namaku Elisa Aira Wijaya dan umurku 29 tahun. Setiap bangun tidur aku selalu berdiri di depan jendela kaca kamarku untuk melihat hiruk pikuk kegiatan dipagi hari. Tak jarang banyak suara burung mengiringi pagi terdengar merdu ditelingaku. Aku sangat suka melihat orang-orang diluar sana yang tersenyum bahagia dengan berbagai cerita yang mereka bawa."
Elisa dan pria itu berjalan keluar rumah dan masuk kedalam mobil yang akan menuju kesuatu tempat.
"Perkenalkan pria yang saat ini sedang bersamaku. Dia Hendra Aldia Kusuma suamiku."
Elisa memandang Hendra yang sedang menyetir mobil dengan senyum bahagia.
"Mas Hendra, begitulah aku memanggilnya. Laki-laki yang menikahiku empat tahun lalu. Mas Hendra adalah teman satu sekolahku waktu di SMA. Dia adalah kakak kelas satu tinggkat di atasku. Dia sangat pintar dan juga tidak banyak gaya walaupun terbilang orang berada. Kesederhanaannya itulah yang aku suka darinya. Saat ini Mas Hendra bekerja disebuah perusahaan asuransi dan aku sendiri bekerja sebagai marketing disebuah WO yang cukup besar. Kami memang terbiasa bekerja sebelum menikah jadi walaupun sudah menikah kami tetap sepakat untuk membagi waktu antara pekerjaan dan rumah tangga."
Mobil yang mereka naiki masuk kedalam sebuah gedung berlantai dua.
"Kami hanya tinggal berdua dan mengontrak rumah sederhana. Meski kami sama-sama punya orang tua yang berkecukupan tapi kami memilih untuk mandiri. Meski rumah kontrakan kami tidak begitu besar tapi tetap nyaman."
Elisa turun dari mobil dan melambaikan tangan kepada Hendra. Mobil yang dikendarai Hendra pergi meninggalkan Elisa di depan gedung berlantai dua itu. Elisa masuk kedalam gedung dengan langkah tegas dan tanpa ragu.
"Selama empat tahun menikah kami memang belum dikaruniai momongan. Tapi Mas Hendra adalah pria yang sangat pengertian. Dia selalu menguatkanku dan berkata "mungkin memang belum rezki dek. " Kata-kata itu bagai prisaiku untuk menampik banyak pertanyaan "udah isi belum" dari teman-teman dan rekan kerjaku."
Elisa masuk kedalam ruang kerja dan duduk dikursi kebesarannya untuk mulai melakukan pekerjaannya.
"Walaupun kami belum dikaruniai momongan tapi rumah tangga kami sangat bahagia. Ibu mertuaku sangat sayang kepadaku. Maklum Mas Hendra hanya tiga bersaudara laki-laki semua jadi aku adalah anak perempuan pertama untuk mereka. Meski Mas Hendra punya dua saudara tapi mertuaku hanya tinggal berdua saja karena kedua adik mas Hendra bekerja dan kuliah diluar kota. Karena kesepian jadi mertuaku sering datang berkunjung. Aku pun sangat senang saat mertuaku datang karena orang tuaku tinggal diluar kota jauh dari tempat tinggalku jadi kami tidak bisa sering bertemu."
"Lisa kenapa baru datang ?" Seorang wanita muda membuka pintu ruang kerja Elisa dengan wajah kusut.