Sudah dua minggu ini aku merasa waktu bekerja begitu lama. Mungkin karena Rara ada di rumah. Bayi imut itu membuatku selalu ingin pulang cepat. Aku selalu cepat menyelesaikan pekerjaanku dan semangat agar cepat pulang. Mungkin begini rasanya jika memiliki anak sungguhan.
Selama dua minggu ini aku selalu menghabiskan waktuku di rumah bermain dengan Rara. Bahkan Bi Asih sengat leluasa untuk berlibur dan belanja. Bi Asih sangat terbantu dengan aku mengasuh Rara. Hobi belanjanya yang berjam-jam itu bisa dimanfaatkan dengan baik.
Rara juga tidak pernah rewal saat bersamaku. Dia anak yang jarang menangis jadi sangat mudah momong bayi mungil ini. Saat Bi Asih tidak ingin keluar bersana ibu aku lebih memilih mengasuh Rara di rumah. Selama dua minggu ini justru aku dan Mas Hendra tidak pernah keluar selain bekerja.
Tapi dua minggu berlalu begitu cepat dan besok Bibi akan kembali ke Kalimantan karena sudah terlalu lama meninggalkan mertuanya. Sebenarnya aku tidak rela Rara kembali secepat ini. Tapi aku tidak mungkin menahannya.
Bibi tinggal bersama mertuanya yang saat ini sedang sakit strok. Meski dibantu suster tapi Bibi tetap bertanggung jawab sebagai menantu. Bibi memang penampilannya terlihat seperti ABG tapi beliau adalah menantu yang sangat bertanggung jawab dan sayang kepada mertua.
Selama berada di rumah bibi selalu memberikan wejangan kepadaku. Bibi orangnya cerewet tapi baik. Dia selalu berpesan kepadaku agar tidak terlalu capek. Bahkan dia juga mengusulkaan untuk aku berhenti bekerja dan fokus menjadi ibu rumah tangga.
Aku sempat mempertimbangkan hal itu tapi mungkin untuk saat ini aku belum bisa melepas pekerjaan yang membuatku nyaman ini. Walaupun aku bekerja tapi suami dan mertuaku tetap prioritas utamaku.
Aku masih bisa mengatur waktu antara keluarga dan pekerjaan. Aku juga tidak merasa keberatan meski terkadang sangat melelahkan. Tapi aku tahu tanggung jawabku dalam rumah tanggaku. Lagipula aku sangat nyaman bekerja bukan karena kondisi keuangan keluargaku kurang. Aku bekerja agar aku punya kegiatan dan tidak terlalu memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya aku pikirkan.
Ponselku berbunyi. Satu pesan dari mas Hendra saat aku sedang membereskan meja kerjaku.
"Dek mas jemput. Ini mas udah OTW." Isi pesan Mas Hendra.
"Iya mas." Aku membalas pesan Mas Hendra kemudian berjalan keluar kantor setelah ku rasa semua sudah beres.
Setelah beberapa menit menunggu tampak Mas Hendra menghampiriku dengan mobil birunya. Dia menurunkan kaca mobilnya.
"Udah lama dek ?" Tanya Mas Hendra padaku yang sedang duduk diluar kantor.
"Enggak kok mas." Aku berjalan mendekat kemudian masuk mobil dan mas Hendra menginjak gas mobil menuju kerumah.
Mas Hendra menghentikan mobilnya dipinggir jalan ketika sudah sampai di rumah.
"Lho.. Kok berhenti disini mas ?" tanyaku heran.
"Kamu masuk dulu aja dek. Mas ada sesuatu yang lupa mau dibeli. Mas langsung ke swalayan depan aja." Mas Hendra Hendra menunjuk kearah depan.
"Oh.. Iya mas." Aku turun dari mobil dan langsung menuju rumah sedangkan Mas Hendra menjalankan mobil menuju swalayan yang tidak jauh dari komoplek perumahan kami.
Pintu rumah sedikit terbuka. Aku sungguh tidak sabar ingin mencubit pipi Rara yang begitu mengemaskan. Namun langkahku terhenti dibalik pintu ketika mendengar percakapan Ibu dan Bibi. Aku mengurungkan niatku untuk memegang gagang pintu yang sudah hampir kusenyuh.
"Suruh El berhenti aja kerja mbak" nada bibi terdengar santai. Aku hanya diam mendengarkan dibalik pintu.
"Gak mungkin Sih. Mbak juga gak enak mau mintanya. Lagian El juga bisa bagi waktu di rumah dan di kantor" Ucap ibuku seperti sedang menjelaskan kondisi rumath saat ini.
"Tapi mbak gimana ? Apa mbak gak merasa kesepian tiap hari sendirian dirumah. Mereka pindah kesini buat nemenin mbak kan ?" Ibu tidak menjawab pertanyaa Bibi.
"Tapi setiap hari mereka sibuk ke kantor. Sama aja bohong kan mbak?" Lanjut Bi Asih yang masih ditanggapi ibu dengan diam diam sesaat mendengar ucapan bibi yang begitu ceplas-ceplos.