JENDELA KACA

Meria Agustiana
Chapter #7

Enam

Hendra Pov.

"Hen" panggil bibi membuatku sedikit kaget. Aku sedang membuat teh di dapur. Aku menggantikan El untuk membuat minum karena dia sedang menidurkan Rara. Sebeanrnya ini hanya inisiatifku saja karena melihat ibu dan bibi asik mengobrol.

"Kenapa Bi ?" Jawabku dengan mengaduk teh yang baru saja aku buat.

"Elisa kayaknya seneng banget sama Rara Hen. Cepet deh Hen punya anak. Seru tau ada jadi penyemangat kerja." Bibi mendekat padaku dan meraih sendok yang aku pegang untuk mengaduk teh.

"Sini biar bibi aja yang nerusin." Bibi mengheserku dan membuat posisiku pindah didepannya.

"Doain aja bi semoga disegerakan." Jawabku tulus.

"Amin." Bibi membawa dua gelas teh yang aku buat kedepan untuk dinikmati bersama ibu.

Aku berjalan menuju kamar untuk melihat El dan Rara. Aku mengintip dibalik pintu kamari yang sedikit terbuka. Aku melihat istriku tengah tertidur dan merangkul bayi mungil disampingnya. Aku tersenyum melihat istriku yang sepertinya sangat senang dengan kehadiran Rara.

Perlahan aku masuk agar istriku tidak terbangun. Aku berjalan pelan mendekati ranjang untuk melihat mereka berdua dari dekat. Aku berdiri disisi tempat tidur dan memandang wajah ayu istriku dan sesekali melihat bayi mungil yang tengah melongo saat tidur.

Sungguh semua ini membuatku sangat bahagia. Sepertinya El juga sangat senang dengan kehadiran Rara. Sejak dari Bandara sampai sekarang El selalu bersama Rara. Bayi kecil ini juga sangat nyaman bersama El. Dia sama sekali tidal rewel saat digendong El.

Entah mengapa tanganku gatal untuk mengabaikan moment itu. Aku mengambil ponsel di dalam saku celanaku dan mengabadikan momen itu. Aku mengambil beberap foto mereka saat sedang tidur dan hasilnya akan aku tunjukan pada El setelah dia bangun.

******

Elisa Pov.

"Kukiruyuk......" Hari masih sangat pagi. Seperti biasa aku memasak sebelum berangkat kerja. Hari ini ada pembahasan konsep wedding yang dipesan klien kami jadi aku harus hadir karena aku yang tahu kemauan klien.

"Srek...srek..." Terdengar suara sendal dan aku menoleh yang ternyata sumber suara itu dari Bi Asih.

"Bi... Sudah bangun ?" tanyaku sambil membersihkan perabot dapur yang kotor karena kegiatan memasakku.

"Masak apa kamu El ?" Bibi menghampiriku dan duduk dimeja makan yang telah aku susun beberapa masakan sudah matang.

"Ini ada capcai, sup sama sambel tempe Bi. Ibu suka banget sama capcai buatanku. Cobain deh pasti bibi juga suka" jawabku dengan penuh percaya diri.

"Hem.. Iya.. Enak El" aku tersenyum bangga.

"Rara belum bangun Bi ?" Aku mendeketi Bibi setelah selesai mencuci semua perabot rumah yang kotor.

"Rara itu bangunnya siang. Tapi kalau malam dia melek sampai pagi." Bibi terus mengunyah capcai buatanku.

"Jadi Bibi selalu begadang busy nemenin Rara ?" Aku merasa kasih pada Bibi.

"Ya enggaklah.Ngapain ditemani kalau Rara gak nangis. Dia itu kalau melek dikasih asi juga diam. Jadi Bibi bisa tidur." Aku sangat menyesal sempat kasih pada Bibi. Ternyata sifat cueknya sudah mendarah daging sampai anaknya juga dicuekin.

"Jadi setiap hari begini kegiatanmu El ? Masak kerja dan beres-beres rumah. Gak capek ?" tanya Bibi heran melanjutkan pembicaraan kami.

"Capek sih Bi. Tapi ya mau gimana lagi ?" Aku membuka celemek dan ikut duduk bersama Bibi.

"Kenapa gak bayar ART aja. Kalian berdua selalu sibuk. Kalau mbak juga sudah tua dan gak mungkin bisa ngurus rumah." Usul Bibi padaku.

"El masih takut kalau harus bayar ART. Sekarang susah cari orang jujur Bi. Apalagi dulu waktu keluarga Mas Hendra masih di Surabaya pernah kejadian pencuriaan." Mas Hendra pernah cerita kalau dulu ibu cari orang buat bantu-bantu di rumah tapi ternyata orang itu melakukan pencurian yang hampir mencelakaan almarhum Ayah. Jadi ibu trauma sampai sekarang.

Lihat selengkapnya