JENDELA KACA

Meria Agustiana
Chapter #10

Sembilan

"Kanapa masak banyak banget Dek ?" Tanya Hendra yang heran melihat berbagai macam hidangan diatas meja makan.

"Gak ada apa-apa kok mas. Ayo kita makan !" Ajak El pada ibu dan suaminya.

Mereka bertiga makan malam bersama menikmati hidangan yang sudah El siapkan sedari sore. Awalnya memang El tidak pandai memasak karena sebelum menikah dia selalu dibantu mamanya mengurus rumah. Tapi setelah menikah El banyak belajar dan mulai berperan menjadi seorang istri yang baik untuk suaminya. Hendra sangat kagum dengan El yang tidak manja meski dia adalah anak tunggal.

Setelah selesai makan malam semua masih duduk dimeja makan untuk menikmati puding sebagai dessert (hidangan penutup).

"Bu, Mas. Hari ini El ke kantor dan bilang sama mbak Indah kalau El mau berhenti kerja." El memulai pembicaraan.

"Loh kenapa nak ? Bukannya kamu seneng kerja disana ?" Tanya ibu yang terkejut mendengar keputusan menantunya itu.

"El mamang betah kerja disana Bu. Tapi El rasa sudah seharusnya El tidak menyibukkan diri dengan pekerjaan. El pingin fokus mengurus Mas Hendra dan ibu di rumah." El tersenyum dan melanjutkan makan puding.

"Kamu sudah yakin sama keputusanmu El ?" Ibu bertanya lagi untuk meyakinkan El dengan keputusannya itu.

"El yakin kok bu. El juga sudah diskusi sama Mas Hendra masalah ini." El melirik Hendra yang tengah menatapnya.

"Mas Hendra bilang kalau apapun keputusan El Mas Hendra akan dukung." El kembali menatap ibu mertuanya.

"Benar begitu Hen ?" Ibu berbalik menghadap Hendra yang berada disebelah kanannya.

"Iya bu. El sudah sempat diskusi sama Hendra." Hendra meletakkan piring kecil yang sudah kosong.

"Hendra sih terserah El saja bu. Lagipula urusan mencari nafkah sepenuhnya tanggung jawab Hendra. Sebenarnya Hendra sudah bilang sama El kalau Hendra sama sekali tidak merasa keberatan kalau El bekerja. Tapi El sudah putuskan dan Hendra terserah El saja yang penting dia bahagia bu." Hendra tersenyum pada El.

"Ibu hanya tidak mau kamu menjadi terbebani karena tinggal disini nak." Ibu mulai murung. Ibu merasa keputusan El ini ada hubungannya dengan dirinya.

"Bu. El tidak pernah merasa terbebani. El suka dan betah tinggal sama ibu." El dengan cepat menjelasakan agar ibu mertuanya tidak salah paham.

"Ibu hanya tidak mau kamu berhenti kerja karena harus mengurus ibu yang sudah tua ini. Selama ini ibu sangat bersyukur punya menantu yang begitu sabar kayak El. Kamu selalu mengurus ibu dengan baik walapun kamu lelah bekerja." Ibu meraih tangan kiri El.

"El gak pernah merasa terbebani ataupun lelah mengurus ibu. El berhenti kerja juga bukan karena ibu. El hanya ingin menghabiskan banyak waktu sama ibu dan Mas Hendra yang selama ini tidak pernah bisa karena waktu bekerja yang begitu panjang." El menggengam tangan ibunya dengan tangan kanannya.

"Jadi ibu jangan pernah berpikir seperti itu. El gak mau ibu jadi kepikiran dan merasa bersalah." El memeluk ibu yang begitu hangat. Air mata ibu juga mengalir begitu saja tanpa diperintah.

******

Setelah makan malam Elisa membereskan meja dan mencuci piring kotor. Ibu mertuanya pamit untuk istirahat karena kurang enak badan sedangkan Hendra duduk menonton televisi.

Setelah selesai beberes di dapur Elisa menghampiri Hendra sembari membawa semangkuk buah Pir yang telah dipotong dadu untuk suaminya itu.

Elisa duduk disamping Hendra yang tengah fokus menonton film dan menikmati buah Pir dimeja yang baru saja Elisa letakkan.

"Mas."

"Iya dek ada apa ?" Tanya Hendra yang fokus menonton televisi dengan menikmati semangkuk buah Pir kesukaannya.

"El tadi lihat mas di caffe dekat kantor mas" ucap Elisa kemudian menyandarkan kepalanya pada pundak Hendra.

"Oh iya ? Ngapain kamu disekitar kantor ? Kangen ya sama Mas ? " Goda hendra sembari mencubit hidung mancung istri yang sangat dicintainya itu.

"Hu.. Pede. Tadi El habis dari kantor nemui mbak Indah terus mampir ke supermarket dekat kantor mas buat belanja. Terus El lihat Mas Hendra sama Mas Dika dan ada satu perempuan juga." Ucap Elisa sambil menatap layar televisi dihadapannya tanpa melihat ekspresi Hendra.

Hendra sedikit kaget mendengat cerita Elisa. El melihat dia dengan Nara juga. Sebenarnya dia biasa saja bertemu dengan Nara. Tapi dia hanya tidak ingin Elisa menjadi salah paham atau merasa tidak nyaman mengingat bagaimana dulu hubungannya dengan Nara.

"Tadinya El mau mampir tapi kayaknya kalian serius banget. Jadi El putuskan untuk pulang saja." Elisa masih menatap televisi.

Hendra mulai menelan pir didalam mulutnya dengan perlahan. 

"Kenapa gak nyamperin ? Itu tadi mas cuma ngobrol biasa sama Dika masalah kerjaan dan costumer yang super duper cerewet dek. Lalu wanita itu tadi Nara. Kami gak sengaja ketemu juga sih tadi disana. Kamu masih ingat Nara gak dek ? Dulu dia juga anggota OSIS di sekolah kita. Inget gak ?" Elisa terlihat berfikir.

Lihat selengkapnya