JENDELA KACA

Meria Agustiana
Chapter #13

Dua belas

"Assalamualaikum." Salam El ketika masuk kedalam rumah.

"Waalaikumsalam." Jawab Hendra dan ibunya. Hendra langsung menghampir El ketika El masuk.

"Dek dari mana kamu ? Kamu gak papakan ?" Hendra memeriksa El untuk memastikan istrinya baik-baik saja.

"El gak papa kok mas." Ucap El dengan senyum dan tanpa rasa bersalah.

"Kamu kemana saja sih dek ? Kenapa gak jawab telefon dan pesan mas ? Mas khawatir banget dek. Gak bisanya kamu kayak gini." Hendra sedikit meninggikan suaranya karena terlalu khawatir. Tapi El hanya diam dan menundukkan kepala. El takut karena suaminya ini sepertinya sedang marah padanya. Hendra adalah suami yang sabar dan nada bicaranya selalu lembut. Tapi kali ini sepertinya dia sedang marah dan El merasa takut.

"Sudah Hen. El pasti capek. Ayo nak kita duduk dulu." Ibu meraih tangan El dan menuntunya duduk dikursi ruang tamu.

"Sekarang kamu cerita ada apa nak ? Kenapa kamu membuat kami cemas ?" Tanya ibu dengan pelan dan lembut. Ibu mengusap-usap punggung El agar lebih tenang.

"Maafkan El ya bu. Maafkan El mas. El tadi cuma beli ini." El menunjukkan tanaman anggrek cantik yang ada dipot putih. Ibu dan Hendra saling memandang tanpa berkata.

"El ingat kalau hari ini ibu ulang tahun. El cuma mau belikan sesuatu buat ibu. Karena ibu suka sama tanaman jadi El belikan anggrek buat ibu. Tempat belinya ajak jauh jadi El pulangnya sampai malam. Maafkan El buat mas Hendra dan ibu khawatir." El kembali menundukkan kepalanya. Dia meras takut sekaligus bersalah karena telah membuat semua khawatir.

Hari ini memang ibu mertuanya ulang tahun. El sengaja pulang lebih awal untuk merayakan bersama. El berencana akan memasak sesuatu yang special. Dia sudah belajar resep masakan special beberapa hari ini. Tapi karena dia mendengar percakapan ibu dan suaminya dia mengurungkan niatnya dan membeli bunga agar tidak ada yang curiga jika dia sudah mendengar percakapan mereka.

"El sayang lain kali kamu jangan seperti ini ya. Kasihan suamimu yang sedari tadi sangat mengkhwatirkanmu." El melirik Hendra yang saat itu tengah memperhatikannya. El tidak berani menatap suaminya lebih lama karena dia masih takut suaminya akan marah.

"Iya bu El minta maaf." El tersenyum pada ibu mertuanya.

"Oh iya El juga beli kue buat ibu. Kita tiup lilin ya bu." El mengeluarkan kue black forest kecil dan memasang lilin diatasnya.

Mereka bertiga merayakan ulang tahun ibu dengan kesederhanaan tapi penuh dengan kehangatan. El sama sekali tidak menunjukkan kesedihan. Raut wajahnya sangat ceria dan bahagia. Dia memang tidak ingin siapapun tahu kegelisahan dan kesedihan pada dirinya. Dia tidak mau ada orang tahu bahwa sesungguhnya batinnya sangat tertekan. Biarlah senyumnya menjadi obat bagi hatinya yang menyimpan berbagai macam dilema hingga tidak ada orang yang pernah tahu bagaimana isi hatinya.

"Sebelum tiup lilin ibu mau berdoa dulu." Ucap ibu sebelum meniup lilin diatas kue yang dipegang El.

"Iya bu." El tersenyum dan sesekali melirik suaminya yang masih memperhatikannya. Hendra belum berbicara apapun setelah penjelasan El.

"Ibu sudah berdoa daj sekarang ibu tiup lilinya." Ibu meniup lilin dan disambut sorak gembira El.

"Terimakasih ya sayang sudah jadi menantu ibu." Ibu memeluk El dengan hangat dan penuh kasih sayang. Ibu sangat beruntung memiliki El dalam hidupnya. Menantu yang begitu baik dan penurut. Dia pintar dan juga sangat cantik meski keberuntungan belum memihaknya.

******

Setelah merayakan ulang tahun ibu yang sangat sederhana El membersihkan diri kemudian beristirahat.

Saat keluar dari kamar mandi El melihat suaminya tampak murung duduk diatas ranjang. El menghampiri suaminya untuk meminta maaf karena telah membuatnya khawatir.

"Mas masih marah ?" Hendra tidak menjawab pertanyaan. El menundukkan kepalanya karena takut pada Hendra.

"Udahan sih marahnya. El tahu El salah dan janji deh gak balak ulangi lagi." El mengangkat kepalanya dan mengacungkan jari kelingkingnya didepan Hendra.

"Dek." Hendra meraih tangan El dan menggenggamnya dengan erat.

"Mas tidak pernah melarang kamu pergi dan melakulan sesuatu diluar. Mas juga tahu kamu wanita baik dan tidak mungkin berbuat yang aneh-aneh. Mas hanya perlu kabar dek. Mas sangat khawatir jika kamu gak ngabarin mas. Mas takut terjadi sesuatu sama kamu. Mas gak bisa bayangin kalau ada apa-apa sama kamu. Mas akan merasa sangat bersalah." El hanya diam mendengar ucapan suaminya. Dia tidak menyangka jika suaminya akan sekhawatir ini.

"Dek kamu adalah tanggung jawab mas sepenuhnya saat kata sah dalam ijab kabul kita. Papa dan mama sangat percaya pada mas. Kalau terjadi sesuatu sama kamu bagaimana mas harus bilang sama mereka. Mas merasa gagal menjadi suami." Air mata El mengalir mendengar pengakuan suaminya yang begitu menyentuh hatinya. Dia benar-benar tidak menyangka jika suaminya ini adalah pria yang sangat bertangung jawab bahkan bukan hanya urusan nafkah. Suaminya ini merasa sangat bertanggung jawab atas hidupnya. El benar-benar sangat terharu.

"Maafin El ya mas. El gak nyangka kalau mas akan sekhawatir ini." Tangisa El pecak tidak hanya mengingat bagaimana suaminya sangat bertanggung jawab. Dia juga menangis karena merasa belum sempurna menjadi istri sedang suaminya ini adalah lelaki yang lebih dari kata sempurna baginya.

"Udah jangan nangis." Hendra memeluk El dan mengelus kepalanya.

"Maafkan El yang selalu merepotkan dan terimakasih sudah mau sabar ngadepin El mas." Hendra mengelus dan mencium kepala istrinya.

"Mas sudah maafin dek. Tapi lain kali jangan buat mas khawatir lagi ya." Hendra melepas pelukannya.

"Iya mas." Elisa menganggukkan kepalanya.

"Sudah jangan nangis lagi." Hendra mengusap air mata Elisa.

******

"Oma." Jason berteriak lari memeluk ibu.

Lihat selengkapnya