JENDELA KACA

Meria Agustiana
Chapter #19

Delapan belas

"Ting...tung..." Suara bel rumah berbunyi. Indah dengan cepat menuju pintu untuk membuka dan mengetahui siapa yang datang.

Indah membuka pintu dan mendapati Elisa tersenyum dibalik pintu.

"Maaf mbak telat." Elisa tersenyum dan tidak menunjukkan raut kesedihan sama sekali. Elisa mamang pandai menyembunyikan perasaannya sehingga orang tidak tahu apa yang sebenarnya dia sedang rasakan.

"Gak papa dek. Ayo masuk !" Ajak Indah kemudian mereka berdua masuk ke dalam rumah.

"Maaf banget dek mbak harus ngerepotin kamu lagi." Indah berkata sambil berjalan menuju ruang kerjanya.

Semenjak El kerja bersama Indah mereka memang sering berdiskusi dan menyelesaiakan pekerjaan di rumah Indah. Karena Indah selalu sibuk mengurus anaknya terkadang dia tidak sempat untuk ke kantor. Jadilah Indah membuat ruang kerja yang cukup nyaman untuk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda di kantor.

"Anak mbak Indah pada kemana kok sepi banget rumah ?" El bertanya saat sudah duduk disofa kecil yang ada didalam ruang kerja Indah.

"Tadi mamaku datang dan mereka diajak ke rumah mama. Jadi aku bisa lebih fokus ngurus kerjaan kali ini dek. Soalnya kali ini bener-benar rumit banget dek." Indah meletakkan beberapa map diatas meja.

"Rumit gimana mbak ?" Elisa membolak-balik isi map yang Indah letakkan didekatnya.

"Mbak pusing banget El. Jadi kemarin itu ada salah satu klien yang sudah ditentukan jadwal dan semua persiapan sudah 100%. Waktu kurang dari seminggu mereka minta jadwalnya mundur El." Indah terlihat sangat frustasi.

"Semua sewa gedung dan catering sudah dibayar full karena mbak pengen yang terbaik buat mereka. Mana mereka minta yang paling mewah. Pokoknya mbak bingung El." Elisa merasa kasihan pada Indah karena harus mengalami hal ini. Kejadian ini memang bukan pertama kali dalam sejarah usahanya. Namun biasanya Indah selalu punya solusi akan masalah ini. Namun kali ini sepertinya Indah benar-benar buntu dan pikirannya benar-benar kacau.

"Mbak udah coba ngomongin sama pihak gedung ?" Indah hanya diam saja.

"Coba mbak hubungi dulu dan kita buat plan B." Elisa coba menenangkan Indah.

"Mbak sampai gak mikirin plan B El. Mbak udah benar-benar pusing. Akhir-akhir ini udah jarang ada yang pakai WO mbak karena ada WO baru yang banting harga." Indah mulai menceritakan satu persatu masalah WOnya semenjak El berhenti kerja.

"Ini adalah project terbesar tahun ini dan mbak gak mungkin mengecewakan klien. Mbak takut mereka kecewa dan akibatnya jadi banyak yang gak pakai WO mbak Karena dianggap gak profesional. Terus gimana Mbak bisa gaji karyawan mbak El. Bagaimanapun mbak akan usahakan klien ini bisa dipenuhi permintaannya meski Mbak harus pusing." Indah mengambil segelas air mineral dari sebuah dispenser diruang kerjanya dan meletakkan diatas meja.

"Mbak ingat banget kamu pernah nanganin kasus kayak gini dan kamu juga dekat dengan vendor-vendor kita dek. Kamu juga sudah lama sama mbak dan mbak cuma percaya sama kamu." Indah menggenggam tangannya El dan wajah penuh harap.

El sebenarnya tidak menduga jika masalah Indah akan serumit ini. Dia sendiri juga sedang dalam kondisi pikiran yang tidak baik-baik saja karena perkataan ibu mertuanya. Tapi Elisa juga tidak mungkin bisa menolak permintaan Indah karena Indah sangat berjasa padanya ketika pertama kali El datang ke Jakarta.

Waktu Elisa datang ke Jakarta untuk menempuh pendidikannya Indah adalah orang pertama yang membantunya mendapatkan tempat tinggal dan juga pekerjaan. Saat itu kedua orang tua Elisa sedang sibuk dan tidak bisa mengantarnya di Jakarta. Elisa juga tidak memiliki saudara di Jakarta dan hanya modal nekat karena Elisa adalah wanita mandiri.

Berbekal nomor telepon Indah yang saat itu dia kenal ketika acara pernikahan Omnya Elisa nekat datang ke Jakarta sendirian. Elisa mengenal Indah saat menangani pernikahan Om El di Surabaya dan saat itu El masih SMA.

El sampai di Jakarta dan tinggal bersama Indah lalu ikut Indah bekerja di WOnya. Karena kerja El bagus dan bisa diandalkan akhirnya Indah menjadikan El pegawai tetapnya. Saat El sudah mulai mandiri dan memiliki penghasilan sendiri El memilih untuk mencari rumah kos agar lebih mandiri. Indah menghormati keputusan El dan tetap mengawasi El karena pesan dari kedua orang tua El.

"Mbak Indah tenang aja." El menggenggam tangan Indah.

"WO mbak itu sudah terkenal bagus dan sudah lama dipercaya klien mulai dari pengusaha sampai anak anggota dewan. Jadi WO mbak ini sudah paling dipercaya deh. El yakin klien mbak gak ada kemana-mana. Yang harus kita lakukan adalah kita harus membuat kepercayaan klien kita mbak. El janji akan bantu mbak sebisa El." El tersenyum dan Indah memeluk El.

"Makasih ya El. Kamu memang selalu bisa bikin hati mbak tenang." El mengelus-elus punggung Indah.

"Iya mbak." Mereka berdua saling melepas pelukan.

"Lagipula semua ini terjadi juga bukan karen kesalaham kita. Tapi memang klien yang memutuskan tiba-tiba."

"Mbak tadi juga sudah bilang gitu El. Tapi mereka benaran minta tolong agar bisa mundur satu hari. Mereka pengennya paki WO mbak dan mereka juga sudah minta maaf dan benar-benar minta tolong buat diusahakan." Indah mulai membuka map yang ada dihadapannya.

"Coba nanti kita hubungi vendor-vendor dan semoga bisa ya mbak."

"Amin." Indah tersenyum.

"Ok sekarang dari mana kita harus mulai ?" El tampak bersemangat untuk membantu Indah.

Lihat selengkapnya