JENDELA KACA

Meria Agustiana
Chapter #21

Dua Puluh

Hendra mengelus kepala istrinya dengan lembut. Hendra memperhatikan wajah istrinya yang begitu tenang dan lelap dalam tidurnya.

Perlahan Hendra turun dari ranjang dan mengambil ponselnya yang diletakkan diatas nakas. Hendra mengirim pesan kepada Indah untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi.

Disisi lain Indah sedang menidurkan anaknya saat ponselnya berbunyi. Perlahan Indah turun dari ranjang anaknya dan mengambil ponselnya yang terletak dimeja kecil dalam kamar anaknya.

Setelah El pulang Indah langsung berangkat ke rumah ibunya untuk menginap karena anaknya ada disana.

Indah membuka pesan yang diketahui dari Hendra.

"Ndah.. Apa terjadi sesuatu dengan El ? Hari ini dia menangis dan aku tahu itu bukan masalah luka ditangannya." Bunyi pesan yang dikirim Hendra untuk Indah.

Indah berpikir sejenak sebelum menjawab pesan Hendra. Indah sangat bingung harus menjawab apa. Indah tidak mungkin menceritakan apa yang El katakan padanya karena itu memang bukan urusannya. Indah hanya tidak ingin mencampuri masalah pribadi El dan Hendra karena dia takut justru akan menjadi lebih rumit. Indah lebih memilih menjadi pendengar dan tidak ingin terlalu jauh mencampuri masalah El.

Indah menyandarkan kepalanya pada sandara sofa kecil dan meletakkan ponselnya diatas dada. Setelah berpikir sejenak, Indah mengangkat kepalanya dan mulai membalas pesan Hendra.

"Gak ada masalah sih Hen. Memang beneran El nangis ? Mungkin El cuma kecapean Hen. Perempuan itu moodnya memang kadang berubah-ubah. Mungkin El lagi capek atau kepikiran sesuatu. Jadi saranku kamu kasih perhatian lebih sama El aja. Sering-sering ajak ngobrol atau keluar biar moodnya jadi bagus." Pesan Indah pada Hendra untuk membuat Hendra mengerti tanpa harus Indah ceritakan semuanya.

Hendra menoleh kebelakang untuk melihat istrinya yang sedang tertidur lelap. Hendra kembali fokus pada ponselnya.

"Memang akhir-akhir ini kerjaanku banyak banget. Aku juga jarang ngobrol intens sama El." Indah membaca pesan Hendra.

"Sempatkan waktu sedikit saja buat istrimu Hen. El itu gak akan mau ngerepotin atau sampai ganggu kerjaan kamu. Aku tahu banget gimana El. Dia gak akan ngajak kamu keluar meski dia pengen banget. Karena dia itu pasti gak akan tega minta aneh-aneh kalau lihat kamu capek." Hendra kembali melihat istrinya setelah membaca pesan dari Indah.

"Makasih ya Ndah sudah kasih saran kayak gini. Aku janji bakal lebih peka sama El." Hendra meletakkan ponselnya setelah mengirim pesan terakhir pada Indah.

Hendra kembali duduk diatas ranjang dan mengelus kepala istrinya dengan sangat lembut dan hati-hati agar istri cantiknya tidak terbangun.

"Mas gak tahu kata apa yang lebih baik selain terima kasih buat kamu dek. Kamu begitu baik, lembut, sabar dan tangguh. Mas tahu pasti begitu berat jadi kamu dek. Tapi kamu gak pernah ngeluh dan justru selalu tersenyum ikhlas. Mas sangat beruntung punya istri seperti kamu dek. Mas gak akan biarkan air mata jatuh dari pipimu. Mas gak akan pernah rela kalau air mata itu jatuh apalagi dihadapan mas. Terimakasih ya dek sudah memilih mas untuk mendampingimu dan semoga kita Till Jannah." Hendra mencium kening El dengan penuh kasih sayang.

******

Pagi ini begitu cerah dan sejuk. Matahari tampak menyapa dunia dengan begitu hangat. Burung-burung berkicau merdu seakan menyuarakan nyanyian gembira. El sedang membereskan ranjang saat ponselnya berbunyi.

"Halo ma." Jawab El saat mengetahui panggilan itu dari mamanya.

"Selamat pagi sayang." Sapa mama El diseberang sana.

"Selamat pagi mamaku sayang." El tersenyum dan merasakan kerinduan pada mamanya.

"El, minggu depan mama sama papa mau ke Bogor karena ada kerjaan."

"Sama boy juga ma ?" El begitu merindukan boy kesayangannya dan sangat ingin bertemu.

"Rencananya sih begitu. Tapi gak jadi kami ngajak boy karena takut boy gak ada yang ngurus disini. Pasti mama sama papa sibuk disini." Terlihat wajah kecewa dari El.

"Padahal kangen banget sama boynya El." Boy kesayangannya itu memang selalu membuat hatinya senang dan melupakan seluruh masalah dalam rumah tangganya. Entah mengapa walau Joson seumuran dan jauh lebih menggemaskan karena blasteran Eropa, tapi hanya Boy yang bisa membuat hati El begitu nyaman.

"Tapi gak kangen sama mama ?" Nada mamanya sedikit bercanda dan membuat raut wajah El kembali ceria.

"Kangen banget dong ma." El tersenyum. El memang sudah lama tidak bertemu orang tuanya. Sejak kepergian ayah mertuanya El tidak pernah bertemu orang tuanya. Mereka saling memberi kabar hanya dari sambungan telepon dan video call.

"Nanti kalau Hendra pas libur kamu ke Bogor ya. Masih ingatkan rumah om yang di Bogor ? Mama sementara tinggal disitu dari pada dibiarin kosong kan sayang. Lagipula mama juga lumayan lama di Bogor, kalau mau nyewa hotel juga malah El." Mama terlawa kecil.

"Iya nanti El ngomong sama mas Hendra. Dada mama." El menutup sambungan telepon dan meletakkan ponselnya diatas ranjang yang sedang dia rapikan.

"Siapa dek ?" Tanya Hendra setelah keluar dari kamar mandi.

"Mama mas katanya minggu depan mau ke Bogor karena ada kerjaan. Terus mama bilang kalau mas lagi libur kerja kita disuruh kesana soalnya kerjaan papa lumayan banyak jadi kemungkinan gak bisa mampir kesini." El menjelaskan sembari mempersiapkan kemeja dan dasi yang akan dipakai Hendra untuk bekerja.

"Ngomong-ngomong soal liburan, mas ambil cuti kerja tiga hari dek. Gimana kalau kita liburan ? Sudah lama juga kita gak keluar berdua. Semenjak kita pindah kesini kamu selalu sibuk ngurus rumah sampai lupa liburan." El mengancing kemeja suaminya perlahan sembari tersenyum.

"El gak butuh liburan mas. Buat El setiap hari adalah liburan selama mas Hendra sama El." El merapikan dasi Hendra dan merapikan kemeja suaminya agar terlihat rapi.

Hendra meraih kedua tangan El yang sedang membersihkan kemejanya. Hendra menggenggam erat tangan istrinya penuh dengan rasa bersalah.

Lihat selengkapnya