JENDELA KEDUA

Vina Sri
Chapter #3

Ketiga

"Assalamu'alaikum, Mama,"

Dua orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan masuk dan langsung menghampiri Riana serta Marini.

Ziya dan Gibran, dua anak Riana rupanya sudah pulang bersama putera bungsu Marini, Rio.

"Eh, kalian sudah pulang," sapa Marini, tangannya terulur menyambut Rio yang langsung duduk di samping ibunya.

Ziya dan Gibran, mendekati Riana lalu duduk di sisi kiri dan kanannya.

"Kita menginap, Ma?" Ziya mendongak pada Riana.

"Nggak," geleng Riana.

"Lho, katanya tadi mau menginap," protes Marini.

Riana tersenyum tipis. Awalnya dia memang berniat menginap beberapa hari di rumah orang tuanya. Namun, percakapannya barusan dengan Marini membuatnya enggan berlama-lama.

"Kalian, ganti baju terus makan, ya," usir Marini pada anak dan keponakannya. Ketiga anak itu menurut, langsung menuju kamar masing-masing untuk berganti baju.

"Bowo sudah memberi tahu alasannya?" tanya Marina hati-hati.

"Apakah itu penting?" Riana balas bertanya. Dia tidak menyembunyikan nada sinis dalam suaranya. Didengarnya Marini menghela napas. Kekesalannya bertambah-tambah. Kenapa kakaknya malah seolah menyalahkan dirinya karena tidak mau menerima keputusan Bowo.

"Kalau Kak Ibra minta izin menikah lagi, apa Kakak akan menerimanya begitu saja?" tuntut Riana, ditatapnya mata Marini lekat-lekat. Ada kilat kecewa di matanya.

"Poligami itu takdir," jawab Marini diplomatis, "meski kita tidak mau dan menolak sekuat tenaga, jika memang takdir suami kita poligami, maka itu akan terjadi. Begitupun sebaliknya," lanjut Kak Marini.

Riana mendengus, "Kakak bisa berkata begitu karena Kak Ibra tidak punya niatan sedikit pun untuk mendua."

Kembali terdengar helaan napas Marini. Tapi dia tak berkata apa-apa lagi. Rupanya dia tahu, diam adalah cara terbaik saat ini. Semakin banyak argumen yang dia sampaikan, semakin kuat kemarahan Riana.

Riana memalingkan wajahnya, telinganya menangkap ramai suara anak-anaknya yang sedang bermain. Mereka terdengar bahagia dan bebas, tidak tahu dan tidak mengerti keresahan yang sedang menghinggapi orang tuanya.

Mata Riana mulai mengembun. Anak-anaknya, apa tanggapan mereka jika tahu akan mempunyai ibu baru? Apakah mereka akan marah sepertinya? Ah, mereka masih terlalu kecil untuk terlibat persoalan orang dewasa. Namun, jika suaminya benar-benar melaksanakan niatnya, mau tidak mau anak-anaknya akan terseret juga. Membayangkannya, hati Riana semakin perih.

"Dua minggu lalu, Bowo kemari," Ujar Marini setelah mereka terdiam beberapa lama. "Dia bertanya padaku tentang masalah ini. Meminta izinku dan Mama."

Lihat selengkapnya