JENDELA KEDUA

Vina Sri
Chapter #12

Kedua Belas

Matahari sudah tergelincir sedari tadi. Anak-anak sedang duduk di rumput taman sambil menikmati kue serabi. Riana melihat sesekali Bowo melemparkan pandangan ke arahnya.

Sena masih terpekur di tempatnya. Tidk juga membalas pertanyaan Riana. Sesekali didengarnya Sena menarik napas berat, seolah dengan begitu dia bisa mengeluarkan kata-kata yang sedari tadi terperangkap di tenggorokannya.

Riana masih menatap Sena diam-diam. Sejak dia tahu rencana Bowo menikahi Sena, Riana tidak yakin apakah dia masih ingin bicara dengan perempuan itu atau tidak. Kini, saat Sena duduk di depannya, Riana mati-matian mengendalikan diri. Diaturnya napas untuk membebaskan dadanya yang terasa sesak. Saat dilihatnya Sena tidak juga hendak menjawab, Riana kembali mengalihkan pandangan pada suami dan anak-anaknya.

Mereka terlihat gembira. Bowo sepertinya sedang bercerita, kedua anaknya menyimak dengan serius. Ya, Bowo adalah seorang ayah yang baik. Tak segan dia membantunya mengajak anak-anak bermain di sisa-sisa waktunya. Tak pernah sekali pun dia mendengar Bowo membentak atau berlaku kasar pada mereka. Bowo benar-benar sosok ayah dan suami yang sempurna di matanya.

Setidaknya dulu, sebelum Riana mengetahui hubungan Bowo dengan Sena.

Riana menghela napas berat. Menahan bulir-bulir bening yang hendak tumpah dari matanya. Kembali ditatapnya Sena yang masih menunduk, memainkan ujung jilbab yang dikenakannya. Wajahnya yang cantik meski tanpa riasan, bulu mata lentik menambah indah matanya. Apalagi jika Sena tersenyum, Riana jatuh cinta pada senyuman Sena sejak pertama kali melihatnya.

Ah, jika dia saja terpikat pada Sena, apalagi Bowo? Lalu perih di hatinya semakin menjadi.

"Teteh boleh benci saya, boleh memaki saya, saya yang salah." Akhirnya Sena berkata lirih setelah sekian lama terdiam. Dia mengangkat wajahnya, tetapi kembali menunduk saat matanya bersitatap dengan Riana.

Meski sekilas, Riana bisa menangkap luka di mata Sena. Ah, apakah perempuan itu juga terluka sepertinya? Bagaimana bisa? Dia yang merebut Bowo, bukan sebaliknya.

Tiba-tiba, sebuah pikiran melintas begitu saja. Bagaimana jika Sena pun sebetulnya tidak mau? Meski mereka jarang bertemu, Riana sedikit banyak tahu bagaimana tabiat asisten rumah tangga mertuanya itu.

Dia yang terlihat ceria hanya di luarnya saja. Menembunyikan kepedihan di balik wajahnya yang selalu cerah dan bibir yang senantiasa tersenyum. Mungkin tidak banyak orang yang tahu, jika saat malam tiba, ketika penghuni rumah terlelap, Sena acapkali menangis. Bersembunyi di balik dinding kamarnya dan menumpahkan segala keluh kesahnya di atas sajadah. Menyimpan kepedihan hidupnya, hanya untuk dirinya saja.

Riana pernah menemukan Sena menghapus cepat air matanya, saat tidak sengaja dia memergoki gadis itu menangis sambil mencuci piring. Atau saat malam hari, Riana yang tidak bisa tidur pergi ke dapur untuk membuat susu hangat, lalu mendengar isak tangis di kamar belakang. Kamar Sena. Dari pintu yang sedikit terbuka, dia menemukan sosoknya yang masih memakai mukena, memeluk lutut dengan bahu terguncang karena menahan isak.

Lihat selengkapnya