"Cerita ini hanya karangan fiktif belaka. Latar belakang pada jaman tersebut sengaja dibuat sebagai pelengkap dan sama sekali tidak berhubungan langsung dengan sejarah aslinya.".
.
.
"Gage mblayumu, nduk!" ( Cepatin larimu)."
Tahun 1935, umurku sepuluh tahun saat itu. Aku masih ingat kemana kami harus melarikan diri dari kejaran salah satu tentara VOC di kegelapan hutan.
Semua itu disebabkan olehku.
Aku selesai bermain sore itu. Suara ibuku yang tengah bergelayut mesra dengan seorang kompeni, menyambut kepulanganku. Apa yang dilakukan ibuku, sudah terjadi sejak dua tahun kebelakang.
Ibu dipecat dari pabrik gula milik kompeni. Menyebabkan hutang yang kian menumpuk lalu diperparah dengan sulitnya mencari pekerjaan baru.
Aku tak mengerti saat itu. Mengapa dengan bergelayut mesra, ibu bisa banyak mendapatkan banyak uang?
Ibu bilang, mereka adalah sepasang kekasih. Jadi wajar jika pria itu memberikan ibu uang. Dan tugasku, cukup tersenyum saja sambil menyiapkan teh lalu menyapanya ramah.
Aku mulai khawatir saat akan menjamu. Aku takut salah menyebut nama tentara kompeni itu. Sebab..bukan hanya pria itu saja yang ibu layani setiap malam.
Musibah kami dimulai saat aku memanggil teman ibuku itu dengan nama pria lain. Tentara itu kesal lalu tak segan menampar ibuku tanpa belas kasihan.
Malam itu..aku hanya bisa bersembunyi di bawah meja, berharap pria itu cepat pergi.
Tapi ternyata, malam itu menjadi malam yang sial. Ibu tak berhenti mendapatkan luka dari si pria pemabuk itu.
Tengah malam tanpa penerangan apapun, ibu dan aku melesak masuk ke dalam hutan jati. Suara tembakan terus memburu kami. Sesekali tentara itu terdengar mengaduh dan mengumpat. Merasa kewalahan dengan ibuku yang berlari dengan ligat.