Sepanjang perjalanan pulang di malam itu, benakku hanya terfokus memikirkan dirinya. Bahkan pesan dosen pembimbingku terkadang hanya samar-samar di ingatan. Begitukah cinta? Melekat dalam ingatan menghilang jika ada kesempatan. Hilir mudik kendaraan, warna-warni lampu kota dan pohon di kiri juga kananku tak lagi kurasakan berlalu. Namun hanya sebuah klakson di lampu merah mengagetkan jiwaku bersama benakku. Dalam hati hanya ada pertanyaan dan rencana namun aku hanya takut bisa melukai hati seorang wanita lagi.
Keesokan paginya, aku bergerak diawal hari menuju kampus dan bersiap bertemu dosen pembimbing skripsiku.
“Wah, peningkatan yang luar biasa nih Sal.” Ucap dospem-ku
“Iya, terima kasih bu. Pengen belajar disiplin bu.” Ucapku. Padahal aku datang pagi agar aku bisa berlama-lama di tempat percetakan menunggu kak Kiki.
“Coba dari kemarin. Mana hardcopy kamu?”
“Ini bu.” Sambil menyerahkan bahan skripsi ku.
“Nanti pukul 15.30 WIB kamu ketemu saya lagi. Satu lagi, kamu mulai urus surat bebas Pustaka kamu ya.”
“Iya bu.”
Setelah selesai diruang dosen. Aku segera menuju ke perpustakaan universitas dan menanyakan persyaratan pengambilan surat bebas Pustaka. Tak berlangsung lama, setelah itu aku bertemu dengan salah seorang mantan pacarku di parkiran. Seorang mahasiswi jurusan Matematika periode 2016 yang pernah membuatku bertindak salah dan egois. Pertemuan yang singkat dan sedikit kaku, karena aku masih merasa bersalah atas semua tindakanku. Setelah melepaskan sedikit senyuman tipis padanya, aku berlalu pergi menuju percetakan. Yah, akhirnya ada waktu yang panjang untuk menunggunya di percetakan.
“Semangat nampak sal?”
“Kelihatan ye, ada perlu sikit ni bang?”
“Nak ngeprint? pakai ajelah, nak makan pesanlah, nak yang lain abang cuma punye itu.”
“Ade hal lain yang bukan berkaitan dengan print out,”
“Wah serius nampak ni? duduk betenang dululah,”
Sungguh siasat yang cerdik dari ku. Beberapa menit kemudian, aku pun mengutarakan maksudku pada Don Carlo. Tak berlangsung lama, salah seorang temanku dari jurusan Pendidikan Bahasa Inggris memanggilku untuk membantunya memperbaiki halaman revisiannya. Sedikit terhambat maksudku namun tidak mengapa dan aku berpikir ini sebagian dari ujian.
“Mak ai banyak nih revisian engkau bro?”
“Iye wak, dospem aku tak ade hati langsung.”
Sambil memperbaiki bahan revisian temanku, aku pun sesekali menyempatkan menyinggung maksudku pada Don Carlo. Selepas memperbaiki revisian, aku pun mulai melancarkan kode-kode psiko pada Don Carlo agar ia bisa mempercepat prosesku mendapatkan kontak telepon Mutiara.