Ruangan kelas sangat riuh, berisik karena kebetulan tidak ada guru. Makanya ramai kayak pasar. Sementara Debi sedang asyik duduk di bangku kelasnya tengah sibuk terbengong-bengong sambil menggerak-gerakkan jari jemari lentiknya. Ia tidak perduli dengan hiruk pikuk yang terjadi di kelasnya. Debi hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri saja. Terkadang dia seperti itu. Karena sedang serius memperagakan tarian yang habis ia pelajari tadi di ruang extra kurikuler menari.
Tiba-tiba ada sesuatu benda putih nyasar berbentuk bola mendarat mengenai wajahnya. Lalu terjatuh tepat di atas meja Debi. Debi berusaha melirik-lirik tajam siapa yang melempar buntelan kertas berbentuk bola-bola itu ke arahnya mengenai wajahnya. Debi tidak marah, hanya menoleh saja dan tentu saja tidak menemukan sosok yang melempar kena kewajahnya tersebut.
Alhasil Debi dengan sembarang melempar ke arah manapun ia mau, sesukanya saja. Dan mengenai jidat Septo. Cowok kutu buku di kelasnya. Itu menurut pemberitahuan Amara. Amara sempat melotot ke arah Debi. “Gue gak sengaja Mara… .”
"Iya tau, tapi liat-liat dulu lah Deb. Itu Septo loh. Dia lagi diam baca buku sejak tadi.”
“Gue keburu gregetan Mara, lo liat nih muka gue ditimpuk kertas bulet. Kecil sih emang tapi perih kena muka gue,” Debi protes.
“Lagian siapa sih yang berani-beraninya iseng lempar-lempar sampai kena ni muka?” Debi menunjuk-nunjuk ke arah hidungnya.
“Sembarangan, awas saja kalau gue sampai tau orangnya!” Debi masih ngomel kecil. Debi memang sering dapat keisengan dari teman-teman sekelasnya. Karena Debi juga tidak pernah marah-marah. Selalu Debi yang jadi sasaran. Mungkin baru ini saja Debi terlihat kesal, karena jarang-jarang wajahnya kena timpukan kertas yang dibentuk seperti bola-bola itu.
Menurut mereka Debi itu aneh. Suka menyendiri, orangnya cuek banget, gak perduli sekeliling. Asal selonong saja. Kadang sering beberapa temannya melihat gadis itu sedang menggerak-gerakkan jemarinya atau juga tubuhnya yang ikut bergerak seperti melakukan gerakan menari. Iya, Debi suka sekali melakukan itu. Debi ingin bisa menari seperti penari-penari umumnya. Debi memang mengikuti kegiatan extra kurikuler yaitu menari. Hanya saja di sekolah ini, sangat tidak aktif. Hanya Debi yang menekuni. Siswa lain yang mengikuti pelajaran extra kebanyakan hanya ikut-ikutan saja.
Di luar jam menari, Debi bahkan masih mempraktekkannya. Seperti tadi yang dia lakukan di bangku kelasnya. Bagi sebagian murid-murid pelajaran extra kurikuler seperti menari, menyanyi, dan seni teater dianggap anak-anak yang aneh. Ngomong sendiri, nyanyi sendiri, menari sendirian. Padahal buat Debi tidak. Semua itu seni. Seni itu indah. Harus dijaga kelestariannya. Hanya mereka-mereka yang belum begitu bisa memahami yang menganggap begitu. Menurut Debi semua itu indah. Mereka melakukan gerakan menari dengan sangat gemulai. Dari gerakan-gerakan mudah sampai pada gerakan tersulit sekalipun.
Mereka berakting dengan banyak karakter itu tidak gampang. Meresapi sebaik mungkin serta menjiwainya. Bukankah itu indah? Menari dengan diiringi berbagai jenis irama, mengikuti melodi yang bertempo lambat maupun cepat. Itu semuanya keren dan luar biasa. Debi tetap tidak ikut-ikut mereka yang sedang riuh. Debi tetap di bangkunya. Ditemani Amara ngobrol, meski paling banyak Amara yang bawel.