Kerumunan di depan mading sekolah. Membuat Debi kesulitan untuk melihat hasil akhir ujiannya. Debi pasrah dengan nilainya. Namun, selama ini Debi berdoa keras dan berusaha untuk belajar dan dapat masuk Perguruan Tinggi Negeri.
“Gue, lulus!!” teriakan Amara memekakkan telinga Debi yang sedang berdiri di belakang kerumunan itu.
“Heh, lo ngapain bengong? Gimana hasilnya Deb?” tanya Amara, setengah berteriak.
“Belum gue lihat, Mar,” jawab Debi lemas.
“Hih! Keterlaluan,” ujar Amara ketus. Lalu segera memasuki kerumunan anak-anak yang melihat pengumuman kelulusan di mading (Majalah Dinding) sekolah. Amara menyela-nyela saja.
Beberapa menit kemudian, ia keluar dari kerumuan, menuju Debi yang masih berdiri di situ. Dengan memperlihatkan wajah muramnya.
Debi, melongok ke arah Amara.
“Payah lo, Deb!”
Debi membelalakkan bola matanya. Menanti kata-kata Amara selanjutnya. Kayaknya ada yang gak beres nih. Dalam hati Debi.
“Payah lo!” ucapnya, sekali lagi.
“Lo, lulus! Arggght!!” teriakan Amara kegirangan sembari loncat-loncat, mirip anak SD yang dapat hadiah sepeda. Ia mengangkat kedua lengan Debi, sambil menggoyang-goyangkannya.
“Apa? Serius?” Debi kurang percaya. Walau sebenarnya, dia sendiri yakin kalau dirinya bakalan lulus dengan nilai baik.
“Yes!” Debi mengepalkan erat jemari tangan kanannya.
“Dan …” sela Amara tiba-tiba.
Debi mengernyitkan keningnya segera.
“Nilai lo, bagus semua” tutur Amara.
“Yeaaaah!” giliran Debi yang sekarang berjingkrak-jingkrak menunjukkan senangnya.
“Lo, sedih?” tanya Debi.
“Em em,” Amara menggeleng langsung.
“Kalau gitu, mari kita rayakan bersama!” pekik Debi. Kini dikepalanya, isinya bahagia saja. Karena mereka murni lulus. Dari bangku SMA.
Mereka bakalan menikmati kuliahan yang didambakan sejak dulu. Betapa, asiknya. Berpakaian bebas tak perlu berseragam, bukankah itu mengasyikkan? Bayangan itu yang selalu terngiang di kepala mereka berdua selama di SMA.
Yang dinantikan sudah di depan mata. Hanya, perjuangan selanjutnya adalah memilih jurusan terbaik dan bekal masa depan, mau dibawa ke mana nantinya.
“Gue mau ambil jurusan seni!”
“Gile lo, Deb! Masih aja nekat. Bokap lo pasti makin marah,” timpal Amara.
Debi diam.