Jerat Luka Di Lembah Duka

Tirabella
Chapter #12

Krisis Kepercayaan

Hujan deras mengguyur kota malam itu. Gelapnya malam seakan menjadi cerminan kegelapan yang menyelimuti hati Ayunna. Gadis itu duduk di tepi ranjang, menatap kosong ke luar jendela. Pikirannya kacau balau, dipenuhi oleh rasa sakit dan penyesalan.

“Aku kotor, Aksara …” Wanita malang itu berbisik lirih. Air matanya menetes seiring harga dirinya sudah jatuh luluhlantak.

Aksara berdiri di ambang pintu, jantungnya berdebar kencang. Ia mengintip Ayunna yang sedang duduk termenung. Prekognisi yang baru saja dialaminya masih terasa begitu nyata. Bayangan Ayunna yang berdiri di tepi gedung, bersiap untuk melompat, masih menghantuinya.

Aksara menghela napas panjang. Dengan hati-hati, ia melangkah mendekati Ayunna. “Ayunna, aku masuk ya?” tanyanya lembut.

Ayunna menoleh, matanya sembab. “Aku tidak apa-apa, Aksara,” lirihnya.

Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka dengan keras. Aksara berdiri di ambang pintu, wajahnya pucat pasi. Mata tajamnya langsung tertuju pada silet yang berada di tangan Ayunna.

“Ayunna!” teriak Aksara, suaranya bergetar. Dia bergegas menghampiri Ayunna dan merebut silet dari tangannya.

“Jangan lakukan ini, Ayunna!” pinta Aksara, suaranya terdengar putus asa. “Aku mohon, jangan sakiti dirimu sendiri.”

Ayunna menatap Aksara dengan tatapan kosong. “Lepaskan aku, Aksara,” lirihnya. “Aku ingin semua rasa sakit ini berakhir.”

Aksara menyingkirkan silet itu jauh-jauh. Dia terlambat karena tangan kiri Ayunna sudah terluka mengeluarkan 1 liter darah segar. “Aku tidak suka kau begini, Sayang.”

Aksara terpaku sejenak melihat luka menganga di pergelangan tangan kiri Ayunna. Darah segar mengalir deras membasahi seprai putih. Napasnya tersengal, jantungnya berdebar kencang.

“Ayunna!” jeritnya lagi, kali ini suaranya lebih penuh kepanikan. Dengan gerakan cepat, Aksara meraih handuk dan menekan luka itu sekuat tenaga. “Tahan, Ayunna! Tetap sadar, Sayang!”

Ayunna menatapnya dengan mata sayu. “Sudah terlambat, Aksara,” lirihnya. “Aku ingin semua berakhir.”

“Tidak, Ayunna! Jangan menyerah!” Aksara memohon, air matanya mengalir deras. Dia merasa begitu bersalah karena tidak bisa mencegah Ayunna melakukan hal nekat ini.

Dia mengobati luka pergelangan Ayunna. Darah sudah berhenti mengalir namun membasahi perban kasa putih. Namun Aksara tetap menghentikan pendarahannya. “Tahan ya, Sayang.”

Darah terus mengalir, membasahi lantai kamar. Suasana menjadi semakin mencekam. Aksara berusaha sekuat tenaga untuk menenangkan Ayunna dan menghentikan pendarahan. Setiap detik terasa begitu lama.

Lihat selengkapnya