Ini hari ke dua Ana menginjakkan kaki di pondok pesantren. Ana kebingungan, matanya tak henti-hentinya memandangi tembok-tembok tinggi di pesantren. Tembok itu terasa sangat dingin padanya. Semakin Ana pandang, semakin membuat Ana merasa kecil dan asing.
"Ya ... Allah, mudahkan aku dalam menuntut ilmu.” bisik Ana sambil mencari tempat istirahat.
“Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di masjid,” kata Ana sambil membuka sepatu. Kemudian terlihat seseorang laki-laki Berjanggut memperhatikan Ana.
Ana pun bergegas mengambil air wudu dan melaksanakan Salat Ashar berjamaah. Seusai Salat tak lupa Ana memanjatkan doa untuk kedua orang tuanya. Entah kenapa baru sehari saja meninggalkan rumah, Ana sudah ingin segera kembali. Saat itu Ana teringat pesan Ayah ketika hendak berangkat ke Pesantren.
“Ana, jaga dirimu baik-baik di pesantren. Hafalkan Al-Quran, Nak. Ayah ingin melihat kamu menjadi orang yang berilmu dan mulia. Kemudian terbayang pula wajah teduh Ibu yang sangat menyayangi. "Anakku, Ibu mencintaimu karena Allah."
Awal hidup di pesantren memang tak semudah yang Ana bayangkan. Aktivitas dari bangun pagi hingga kembali tidur sudah diatur di selembar kertas yang ditempel di dinding kamar masing-masing. Ketika jam tiga pagi, sudah ada pendamping yang siap meneriaki untuk segera bangun untuk melaksanakan salat tahajud.
Setelah itu Ana harus menghafalkan Al-Quran sembari menunggu azan subuh tiba.
“Sudah hafal berapa juz dik?” kata ustaz Rasyid pada Ana.