Suara kicauan burung yang semakin melirih, membuat Ana terhanyut dalam lamunannya.
“Hay! Melamun saja, ayok temani aku ke ndalem mengembalikan payung. Takutnya nanti ada yang mau membutuhkan.” ucap Yasa panjang lebar pada Ana.
“Baiklah ayok.” kata Ana seraya mengikuti Yasa dari belakang.
Yasa adalah teman satu kamar, juga sahabat dan sudah Ana anggap sebagai kakaknya karena selisih usia mereka yang terpaut satu tahun saja.
Di sini mereka semua adalah keluarga dan saudara. Apa pun yang dipunya juga mereka berhak untuk saling berbagi satu sama lain.
Jarak asrama putri dengan dalam pondok tidak jauh hanya 10 menit jika jalan kaki.
Sebelum sampai dalam pondok, Ana dan Yasa di jalan berpapasan dengan kang-kang pondok yang ingin ke masjid.
“Assalamu’alaikum ya ukhti," ucap salam dari salah satu di antara mereka.
“Waalaikumsalam ya akhi.” jawab Ana dan Yasa berbarengan. Itu sudah tradisi di pondok, jika berpapasan setidaknya mengucapkan salam dan menundukkan pandangan dari yang bukan mahramnya.
Saat tiba Yasa masuk ke dalam pondok dan mengembalikan payung yang dia pinjam. Ana hanya menunggu di luar. Matanya melihat kepada salah satu santri putri yang sedang menuju ke gerbang pembatas antara santri putra dan santri putri.
Terlihat gerak-geriknya menitipkan selembar surat kepada penjaga gerbang, hadirnya cinta tetap dinanti oleh mereka sampai rela mendaki bukit demi mendapatkan salam indah.