“Ah, Abi. Serius, Bah.”
“Dua rius Abi tanya.”
“Jawab dulu pertanyaan saya.”
Abah Akhmad tertawa lebar.
“Kamu ini seperti anak kecil saja yang baru jatuh cinta. Lucu. Ana dari Bekasi. Sahabat abi dulu. Masih ingat nggak kamu sama sahabat Abi yang selalu menggendongmu waktu kamu masih kecil?”
“Kang Hari, maksud Abi?”
“Iya. Ana itu anaknya Hari.”
“Dunia benar-benar sempit ya, Bi?”
“Iya. Lalu?”
“Nggak. Nggak menyangka saja ternyata Ana itu sahabat seorang yang amat baik pada saya. Lalu, kenapa Ana bisa pesantren di sini?”
Abah Akhmad menghela napas sebentar sebelum menjawab.