Beberapa hari ini Hari, menderita sakit asma yang tak kunjung terlihat membaik, menyusul anak ketiganya yang sakit demam karena perubahan cuaca yang tak menentu, Andin sendiri sudah merasakan sakit di sekujur tubuh. Akan tetapi, ia berusaha menahan agar tidak membuat Hari, suaminya khawatir dan memperburuk sakit yang dideritanya. Sebuah rumah yang sangat luas untuk didiami sendirian. Kala suami dan anak-anaknya sehat, Andin selalu berharap agar mereka berkumpul bersama, agar ia tak melulu dicengkam sepi yang kadang begitu gana.
Andin duduk di sebelah Hari, dan bertanya.
“Ayah kenapa?” tanya Andin khawatir dengan keadaan Hari.
"Aku tidak apa-apa, kamu tidak pergi berobat, Bu. Kamu kelihatan tidak sehat?" tanya Hari khawatir dengan raut wajah Andin yang tampak pucat dan kelelahan karena merawat Hari dan Ara yang sejak kemarin demam.
"Tidak apa-apa, Yah. Nanti juga membaik, saya mau keluar sebentar sekalian nanti buat bubur untuk kamu,"
"Nanti kalau kamu sakit, siapa yang merawat saya, Ana!" seru Hari memanggil Ana yang berada di ruang tengah.
"Iya, Yah. Ada apa?"
"Temani, Mamamu berobat sekalian. Nanti kamu saja yang buat bubur," pinta Hari.
"Baik, Yah."
Rautnya bersinar, air mata membantu mata Andin memantulkan cahaya senja. Lalu, ia bangkit, memegang tangan Hari untuk pamit. Andin dan Ana berjalan pelan-pelan meninggalkan Hari, menyusuri pinggiran toko-toko yang mulai kehilangan pelanggan, ditemani Ana, Andin pun berobat berharap rasa sakit yang ia dideritanya sembuh.
Hari masih di rumahnya. Ia tidak pergi ke mana-mana langkahnya pergi untuk mengambil wudu. Pandangannya mengawang-awang. Ia seperti selalu sedang mengingat-ingat sesuatu, tapi barangkali bukan sejenis momen indah bersama istrinya atau fragmen menyenangkan masa kecil.