Jeremba Asmaraloka

Mutiah Anggerini
Chapter #20

#20 FRAGMEN-FRAGMEN

Perlahan tangan Ana menjatuhkan panci beriringan dengan suara teriak seorang ibu memanggil. Ya, Andin. Air mata yang telah lama tak mengalir, kini tumpah. Teramat sulit Andin bendung, penyesalan mengimpit seluruh rongga hati. 

“Na ... Ana ..., keluar, Nak! Ayahmu." Suara itu semakin sedu hati memanggil karena tak ada sedikit suara di dalam rumah yang merespons, air matanya mulai berjatuhan tak kuasa menahan perih dan sakit ketika melihat suaminya sudah terbujur tanpa nyawa.

“Ada apa Bu?”

Di belakang, Seorang ibu tetangga datang menghampiri ketika mendengar teriakan Andin dan berdiri menguatkan Andin untuk bersabar melewati semua cobaan, Ibu itu memegang bahu Andin dari belakang dan sesekali memeluk erat Andin.

“Sudah Bu, sabar bu,"

“Tapi Bu, seharusnya saya tidak pergi meninggalkannya sendirian."

“Saya mengerti Bu. Tapi kita tidak bisa memaksakan apa yang kita mau, ini memang sudah kehendak Allah."

Andin hanya membalikkan badan lalu memeluk erat Ana yang menghampirinya di ruang tengah, Ana tidak tahu harus berbuat apa dan melakukan apa selain menangis akan kondisi dan hati yang sedang patah kehilangan Ayah yang menjadi panutannya. 

Ibu itu mengerti bertapa sakit ditinggal orang yang amat dicintai, berjuang bersama dan membuat mimpi bersama kini terkubur karena hanya tinggal sebuah nama yang hanya bisa dikenang.

Andin hanya menangis, tak kuasa menahan air mata dan suara tertahan tak bisa terucap, Andin hanya berpikir apakah di hari tua dirinya harus kehilangan setengah jiwa dari kehidupannya.

Lihat selengkapnya