Jeremba Asmaraloka

Mutiah Anggerini
Chapter #21

#21 RADEN AJENG KARTINI

Ana bersyukur bahwa Andin, ibunya dikaruniai usia panjang. Tidak banyak orang bisa membahagiakan apa yang anaknya inginkan . Andin masih sehat, pendengaran dan penglihatannya pun masih tajam. Meski kini harus menghidupi lima anak seorang diri, ia masih aktif mengikuti informasi melalui televisi dan radio, terutama pengajian. 

Abdul adalah anak sulung dari lima bersaudara sedangkan Ana adalah anak kedua. Tiga perempuan dan dua anak laki-laki, kata orang, mereka cantik dan ganteng, berkulit putih kecokelatan. Mungkin itu menurun dari Andin yang juga cantik dan almarhum Hari, ayah mereka yang juga ganteng. Kalau melihat foto Andin masa muda dulu, meskipun foto hitam putih, beliau memang cantik. Bagaikan bintang film.

Hari, ayah Ana baru meninggal ketika Ana baru tiga hari kembali dari pondok Pesantren Al. Ma'ruf. Ketika itu Hari memang sudah menderita asma, mungkin ia terlalu memaksakan diri untuk bekerja sampai memperburuk kesehatannya. Sesungguhnya Andin, Ana, apalagi adik-adik dan Abdul, abang Ana, tidak siap ditinggal oleh ayah. Akan tetapi, Allah memiliki rencana lain. Takdir memang tidak bisa diingkari. Ia tak terelakkan.

Ya, siapa yang mengira, karena sebelumnya Hari tampak sehat-sehat saja. Ketika ia bekerja sebagai tukang becak tiba-tiba asma yang diderita timbul dan tak kunjung membaik, juga sudah dilarikan ke rumah sakit hingga dirawat di rumah. Biarpun berusaha membawanya ke rumah sakit, sebelum masuk gerbang rumah sakit, ia sudah menghembuskan napas di rumahnya, Hari tak tertolong.

Mereka sekeluarga tentu saja merasa sangat terpukul karena kepergian Hari, ayah mereka. Duka mendalam menggelayut di hati mereka, bahkan sampai berminggu-minggu. Rasanya seperti tak percaya, tapi maut memang memisahkan mereka dengan Hari. Kesedihan ditinggalkan ayah tercinta masih begitu lekat di hati. Sejak kepergian Hari, ayah mereka, setiap malam Andin mengajak Ana, Abdul dan adik-adik untuk bersama-sama berdoa.

Lihat selengkapnya