Jeritan Hati Riana, Sang Wanita Simpanan

Bian
Chapter #4

Part 3. Usaha Sang Pelakor

Akupun berangkat ke warung dengan hati yang berbunga-bunga. Rintik rintik hujan pun menjadi pengiring saat aku berjalan memakai payung melewati sawah-sawah di area pedesaan. Aku berjalan dengan berlenggak-lenggok, nampak ceria dan penuh kebahagiaan. Aku tidak peduli lagi dengan kata-kata orang yang menganggap rendah diriku dan menghujatku dengan ucapan pedasnya. "emang gua pikirin...", celetukku setiap kali melihat tetangga yang membenciku sedang terlintas di pandangan mataku. Aku terus berjalan dan menikmati pagi gerimis yang dingin itu, tapi terasa hangat bagiku. Semua ini karena aku telah bertemu dengan mas Heru dan membaca surat cintanya padaku. 

Aku ingin kembali dekat dengan kamu, mas. Kamu sudah membuatku spesial disaat semua menganggapku sampah. Kamu menjadikanku selayaknya wanita yang layak untuk kamu cintai. Aku tahu ini salah, karena ia telah beristri, tetapi sekali lagi, cinta tidak bisa disalahkan, semua orang berhak mencintai dan dicintai. Satu lagi yang harus diingat bahwa mas Heru tidak pernah mencintai Siska. Meskipun Siska adalah lulusan dari universitas terbaik, bekerja mapan, tetapi siapa yang mengisi hati mas Heru? Siapa yang yang menemaninya senin hingga jumat? Kalau bukan Riana. Dan satu lagi, Riana lah cinta pertama mas Heru. Kalimat-kalimat itu berputar di otakku. Aku Bahagia.

Semenjak itu aku kembali menjalin komunikasi dengan mas Heru. Aku bisa mencurahkan isi hatiku kepadanya, begitupun ia. "tingtung.." bunyi notifikasi whatsapp di handphone ku. Handphone lawas yang biasanya sepi, dan hanya berisi WA dari penjual the botol dan air mineral yang akan mengirim dagangannya, sekarang kembali ramai dan aktif kembali. Handphone lawas yang biasa discharge satu hari sekali saat tidur, sekarang jadi dua sampai tiga kali. Ini semua karena aku mulai aktif berkomunikasi dengan mas Heru dengan aplikasi WA.

"Gimana dek jualan hari ini, ramai apa sepi?"

"Alhamdullilah, rame Mas. Mas gimana kerjaannya? Sudah makan belum?"

"lancar Dek. Mas belum sempat makan, karena tadi pagi Ibu sakit, jadi tidak ada yang masak."

"Ya ampun, terus Mas gimana makannya, hmm.. gini aja, besok aku bawakan makanan ya. Aku taruh di depan rumahku ya, didekat pohon mangga, jadi mas tidak dicurigai sama bunda mas."

"gampang Dek, Mas bisa jajan kok. Kamu tidak usah repot-repot"

"Enggak repot kok Mas. Pokoknya beres, aku akan ikuti alur mas Heru"

"Makasih sayangku"

"iya Mas sayang"

Seperti itulah isi komunikasiku dengan mas Heru melalui aplikasi WA siang itu. Setelah satu minggu kami aktif berkomunikasi, aku mencoba memberanikan diri memasakkan makanan kesukaannya untuk menjadi bekal mas Heru. Kubungkus rapi nampak seperti beli di warung, tetapi tertata rapi dan enak untuk dimakan. Mas Heru sangat suka sayur sup dan ayam goreng tepung dengan sambal terasi. Hampir tiap hari aku memasakkan untuknya. Ia pun selalu memfoto saat dia makan, dan menghabiskan makanannya di kantor. Hati wanita mana yang tak bahagia. Apa yang kulakukan ini memang jahat tetapi sekali lagi, Siska tidak melakukan ini untuk mas Heru. Seharusnya sebagai istri, ia memperhatikan suaminya, tidak berat di kerja, lebih perhatian sama suami. Aku memang simpanan, tetapi aku memperhatikannya layaknya emas berharga bagiku. Akulah cinta pertamanya, aku tahu apa yang ia sukai dan ia gemari. Mari lakukan permainan dengan mulus dan tidak ada perkara lagi. Aku nekat, aku akan lakukan semanis mungkin, supaya kebahagiaan itu nyata.

Malam malam yang dingin dengan kabut dimalam jumat, tiba tiba tetangga-tetangga terdengar rebut disebelah rumah. Kucoba intip dari celah celah papan rumahku. Ada 5 orang berkumpul dan menggotong seorang dari rumah Mas Heru. Aku panik, aku takut.

"Ada apa ini.. aduh siapa yang sakit, apakah Mas Heru kenapa-kenapa..", benakku.

Aku langsung beranjak dari tempat dudukku, dan keluar rumah tetapi tidak mendekat. Aku hanya melihat dari kejauhan saja, karena aku tahu bahwa aku musuh keluarga Mas Heru. Setelah kuamati, ternyata ayahanda Mas Heru sakit. Mobil pribadi keluarga Mas Heru pun melaju mengantarkan ayahanda Mas. Kulihat Mas Heru menyetir mobil keluarganya, dan melintasi depan rumahku. Aku tahu ia melihatku sambal menyetir tetapi ia sedang fokus mengurus keluarganya.

"Serangan jantung... jadi tadi bapak jatuh dari kamar mandi, tiba tiba jatuh, dan tidak sadarkan diri, lalu kami semua panik dan membawa ke rumah sakit", ujar salah satu pembantu rumah tangganya yang sedang bercerita dengan keras kepada tetangga-tetangga. Aku beranikan diri untuk mendekat dan mencoba menunjukkan rasa empati. Sudah kuduga, iblis iblis sudah merasuki hati tetanggaku, benar saja, kata kata pedas yang pedasnya melebihi sambal geprek langsung dicolokkan ke mataku.

Lihat selengkapnya