Jeritan Hati Riana, Sang Wanita Simpanan

Bian
Chapter #7

Part 6. Bayang- bayang ketakutan

Pagi itu nampak cerah di Jogjakarta. Sinar mentari pagi menerobos melalui celah-celah tirai menembus kegelapan kamar hotel tempat aku dan Mas Heru menginap. Jangan ditanya apa yang telah kami lakukan bersama di kamar ini. Iblis pun mungkin malu melihat apa yang telah kami lakukan. Kami bukan sepasang suami istri, tetapi kami sudah melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya dilakukan dua orang yang bukan suami dan istri. Kedua mataku sudah terbuka dengan jelas, namun badan ini enggan untuk beranjak dari dekapan Mas Heru. Kunikmati setiap detik pelukan hangat dari tubuh Mas Heru pagi itu. Ia masih tertidur pulas dengan selimut hangat menutupi tubuhnya yang berotot itu. Kupandangi indah wajahnya yang sedang tidur. Kulit coklat sawo matang, mata yang tertutup dan hidung mancungnya membuatku semakin terkagum-kagum dengannya.

"Seandainya saja kita ini suami-istri sah ya mas, pasti kita sudah hidup bahagia", ucapku dalam hati. Sambil kuelus-elus rambutnya, aku pandangi wajah manisnya. Tiba-tiba saja tangannya menepis belaian yang kuberikan padanya. "hmmm... aku masih ngantuk Dek, tidur lagi aja", ucapnya seraya memelukku dengan lebih kuat. "iya mas, I love you", jawabku. Aku pun mencoba menutup mataku. Aku merasakan benar-benar kebahagiaan hari itu. Benar-benar nampak seperti bulan madu. Saat kupejamkan mata ini, tiba tiba otakku berjalan ke suatu hal yang sebenarnya tidak ingin aku pikirkan. Pikiran yang membuat rasa takut dan kawatir. Aku memikirkan apa yang terjadi bila Siska mengetahui bahwa kami pergi berdua. Aku membayangkan seandainya saat kami tidur bersama tanpa sehelai benang, tiba-tiba Siska dan orang tua Mas Heru mendatangi hotel ini. "Amit-amit, jangan sampai kejadian..", ucapku. 

"Amit-amit kenapa Dek? Kamu mikir apa?", tanya Mas Heru yang masih memejamkan mata. Kupikir dia masih tidur, ternyata dia sudah bangun, hanya saja enggan untuk membuka mata. "eh enggak mas, aku takut aja kalau tiba tiba istrimu tahu kita disini..", jawabku dengan agak kaget. "Kalaupun mereka tahu, aku tidak peduli, aku sudah ada niat menikahimu", jawabnya. "Sepulang dari Jogja nanti sore, aku akan mempersiapkan rencana untuk menemui orangtuaku. Aku tidak bisa terus-terusan membohongi mereka dan juga diriku sendiri", lanjutnya. Seketika hawa panas merambat dipermukaan pori-pori, membuat rasa hangat dalam tubuhku, aku terkejut sekaligus merasakan kelegaan. Impian yang kutunggu-tunggu dari tahun-tahun lalu, sejak almarhum ibu masih hidup, baru kali ini aku mendengar niatan suci yang Mas Heru katakan padaku. 

"Benarkah mas?", tanyaku dengan riang. Seketika aku naik ke badan Mas Heru. Aku berbahagia karena ia benar-benar berniat serius kepadaku. Wanita mana yang tidak berbahagia. Bayangkan saja, aku adalah pacar pertamanya, kami menjalin hubungan bertahun-tahun, lalu harus dipisahkan oleh orangtuanya. Kemudian, kami menjalin hubungan perselingkuhan diam-diam dan diketahui oleh mereka yang menyebabkan perkara besar hingga kelurahan. Aku menjadi pusat hinaan warga dan keluarganya, ibuku menjadi banyak pikiran, dan jatuh sakit kemudian meninggalkan aku sendiri. Aku hidup dengan penuh rasa sedih, kemudian ia datang kembali dan menjadikanku wanita simpanannya, meskipun harus menghadapi teror dari istri sahnya setiap hari. Betapa berat beban hidupku, tangis yang ku keluarkan dari mataku ini sudah tidak ada artinya. Tetapi, kalimat manis Mas Heru pagi ini meredakan semua sakit dalam hati ini.

Jam dinding menunjukkan pukul 08.00 WIB. Aku bangun, dan membersihkan diri di kamar mandi. Aku membersihkan tubuhku dengan air jernih dan peralatan mandi yang baru dibeli kemarin sore oleh Mas Heru. Dia benar-benar pria yang memenuhi kebutuhanku saat piknik kali ini. "Segarnya air disini, bersih, jernih, belum lagi shampo dan sabun yang wangi, lulur mandi, aduh segarnya, tidak seperti di rumah", ucapku sambil membilas tubuhku,"air saja pakai air sumur warna cokelat". Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Ada seseorang yang mendorong pintu tersebut. Aku terkaget, dan tanpa sengaja berteriak,"aaaaa..!!"

"Kaget ya Dek, Mas ikutan mandi ya, biar cepet sekalian mandi", pintanya sambil tersenyum. "ih, mas nakal deh..", aku merajuk sambil mencubit manis dada nya yang berotot itu. "Sini mas, mandi bersama seperti waktu kita TK", ejekku. Jangan ditanya apakah kami mandi dengan cepat atau lama, karena kami tidak hanya mandi di kamar itu. Kami bermain air, ya air. Air air cinta dan hawa nafsu sepasang kekasih. Sudah terlanjur kotor, ya sudah nodai saja semua nya. Itu yang aku pikirkan setiap kali memikirkan apakah ini berdosa, apakah ini melawan agama. Saat hati ini ingin bertobat, otak dan perasaanku selalu berkata,"Sudah terlanjur dosa, sudah terlanjur hancur, jalani saja hingga Allah membuka jalan untuk kami bersatu dalam kesucian".

Lihat selengkapnya