Jessica, Luka Yang Terpendam

Sofia Grace
Chapter #9

Tommy Melawan Ibunya

Tiba-tiba sebersit perasaan bersalah dalam lubuk hatinya dan dia pun menangis tersedu-sedu. Jenny dan ibunya hanya diam saja melihatnya. Maafkan aku, Anakku! jerit Jessica dalam hati. Mama telah membunuhmu tanpa sengaja. Maafkan Mama, Nak!      

Hati Jessica masih teriris setiap kali mengenang kejadian menyakitkan itu. Ia keguguran, rahimnya cacat, dan bahkan tak mampu membayar biaya perawatan di rumah sakit! Jenny-lah yang melunasi semua tagihan rumah sakit dengan uang tabungannya. Ponsel Tante Wanda tak dapat dihubungi. Rumahnya pun kosong ketika didatanginya bersama Jenny beberapa hari kemudian sekeluar dirinya dari rumah sakit.        

Hanya spanduk bertuliskan kata Dijual yang menyambutnya di depan pagar rumah mewah tersebut. Ketika nomor agen properti yang tertera pada spanduk itu diteleponnya, orang itu mengatakan bahwa pemilik rumah sudah pindah ke luar negeri dan hanya akan datang kembali jika ada pembeli yang sudah menyerahkan uang muka untuk membeli rumahnya.       

Gadis itu tersenyum sinis mendengar penjelasan tersebut. Tante Wanda telah merencanakannya dengan detil, batinnya penuh kebencian. Perempuan itu bukanlah manusia! Dia telah membunuh cucunya sendiri dengan diam-diam. Bahkan juga merusak masa depanku! jeritnya dalam hati. Mulai sekarang, tak seorang laki-laki pun kuijinkan hadir dalam kehidupanku! Jessica Irawan sudah mandul sekarang dan dia menjadi seorang wanita yang merdeka! tekadnya bulat-bulat dalam hati.       

Dan sekarang…Tommy yang sudah tak pernah kuharapkan lagi tiba-tiba hadir menawarkan cintanya kembali, pikir Jessica seraya tersenyum sinis di depan cermin. Ibunya yang jahat itu terkena kanker leher rahim. Aakah itu sebuah kebetulan belaka? pikir gadis itu penuh tanda tanya. Akhirnya rahimnya pun cacat, bahkan lebih parah dariku karena mengancam keselamatan jiwanya. Tapi itu bukanlah kehendakku. Kalau aku boleh memilih, takkan kubiarkan dia meninggal begitu cepat sebelum merasakan pembalasan dendamku!        

“Ok, Jessi,” ucap gadis itu sambil kembali menatap bayangan wajahnya di cermin. “Kamu sekarang diberi kesempatan lagi untuk menjadi Sica…. Tetapi bukan Sica yang lugu, naif, dan mudah dipermainkan. Dirimu sekarang adalah Sica yang cerdas, selalu waspada, dan…berhati kejam!”

                                          ***

“Ada masalah apa sebenarnya, Tommy? Mamanya Melani menelepon bahwa kamu membatalkan pernikahanmu dengan anaknya. Gadis itu sampai menangis terus-terusan. Padahal baru dua hari yang lalu kan, kalian pergi mencari-cari rumah?” tanya Wanda keesokkan paginya sewaktu menikmati sarapan bersama putranya di rumah. Ditatapnya pemuda itu dengan sorot mata prihatin. Sungguh tak mudah baginya mencarikan pasangan hidup yang sepadan bagi Tommy dilihat dari segi fisik maupun status sosial ekonomi.        

Begitu sudah mendapatkan yang bagus, lha kok dibuang begitu saja oleh anak kesayangannya ini! Padahal kelihatannya hubungannya dengan Melani baik-baik saja.       

“Masalahnya Tommy nggak pernah mencintai Melani, Ma.”       

“Kalian kan sudah jalan bareng sekitar tiga bulan. Masa belum timbul benih-benih cinta, Anakku? Jangan-jangan kamunya sendiri yang kurang berusaha….”       

Tommy memandang ibunya dengan tatapan aneh, “Justru itu, Ma. Kalau memang cinta sungguhan, nggak perlu diusahakan juga muncul sendiri. Seperti waktu dulu Tommy berhubungan dengan Sica.”       

“Jangan pernah kamu sebut-sebut lagi nama itu di rumah ini, Tommy!”       

Lihat selengkapnya