Minggu-minggu menjelang pemungutan suara akhir untuk Rancangan Undang-Undang "Rumah Dewasa Mandiri" di Dewan Perwakilan Rakyat terasa seperti berjalan di atas kawat berduri di ketinggian ribuan kaki. Setiap langkah harus hati-hati, setiap tarikan napas terasa berat oleh ketegangan yang menggantung pekat di udara politik ibu kota. Lobi-lobi politik berjalan intensif dan seringkali brutal di balik layar, perdebatan di ruang publik mencapai titik didih dengan argumen-argumen yang semakin tajam dan personal, dan kompleks Istana Negara sendiri berdenyut dengan energi tegang yang nyaris meledak. Nasib salah satu RUU paling kontroversial sekaligus paling fundamental dalam agenda kepresidenan Nisa Farha akan segera ditentukan.
Nisa mencurahkan hampir seluruh waktu dan energinya untuk mengawal RUU ini hingga garis finis. Siang malam ia habiskan untuk bertemu dengan para pemimpin fraksi kunci di DPR, memberikan wawancara klarifikasi di berbagai media untuk meluruskan disinformasi, menggalang dukungan dari tokoh masyarakat dan organisasi sipil, bahkan turun langsung ke beberapa kampus untuk berdialog dengan mahasiswa. Ia tahu ini adalah pertaruhan besar. Bukan hanya untuk salah satu pilar utama kebijakannya yang ia yakini akan membawa perubahan positif jangka panjang bagi bangsa, tapi juga untuk membuktikan pada lawan-lawan politiknya – dan mungkin pada dirinya sendiri – bahwa ia tak bisa diintimidasi, tak bisa dibungkam oleh tekanan sekeras apapun.
Di sisinya, seperti biasa, Reza Satria berusaha menjadi benteng yang tenang dan kokoh. Setelah keajaiban malam ulang tahun Nisa, hubungan mereka terasa menemukan kembali fondasinya yang kuat. Keintiman mereka kembali hadir, lebih dalam dan lebih menghargai setiap momen kebersamaan. Komunikasi mereka lebih terbuka, lebih jujur akan kerapuhan masing-masing. Mereka secara sadar menerapkan 'ritme baru' yang mereka sepakati, menjaga ruang privat mereka dari intrusi pekerjaan sebisa mungkin. Reza dengan sabar menepis semua pertanyaan wartawan atau sindiran halus di media sosial tentang serangan personal terhadap bisnisnya di masa lalu dengan senyum tipis dan jawaban diplomatis yang cerdas, sambil terus memberikan dukungan tak henti pada Nisa di ruang-ruang privat mereka – secangkir teh hangat di malam hari, pijatan lembut di bahu yang tegang, atau sekadar telinga yang siap mendengarkan keluh kesah tanpa menghakimi.
Namun, di balik kehangatan yang kembali terjalin itu, ada kewaspadaan yang tak terucapkan. Mereka berdua tahu, lawan politik mereka tidak akan tinggal diam begitu saja menjelang voting krusial ini. Mereka pasti sedang menyiapkan serangan pamungkas. Pertanyaannya bukan apakah serangan itu akan datang, tapi kapan, bagaimana, dan seberapa parah dampaknya nanti.
Namun, tak ada antisipasi, tak ada kewaspadaan setinggi apapun yang bisa mempersiapkan mereka untuk serangan yang datang kemudian. Serangan yang dirancang dengan presisi kejam, bukan hanya untuk menjatuhkan RUU RDM itu, tapi untuk menghancurkan Nisa dan Reza secara personal, di titik terlemah dan paling sakral mereka: ikatan pernikahan dan kepercayaan mereka satu sama lain.
Serangan itu diluncurkan tepat dua hari sebelum jadwal pemungutan suara di DPR. Waktunya dipilih dengan sempurna untuk menimbulkan kekacauan maksimal dan membelokkan fokus publik dari substansi RUU. Pagi itu, saat Nisa sedang memimpin rapat terakhir dengan tim kampanyenya untuk RUU RDM dan Reza sedang dalam perjalanan menuju pertemuan bisnis penting di luar kota, sebuah akun gosip anonim di media sosial – akun dengan jutaan pengikut yang dikenal sering menyebarkan rumor tak berdasar namun sangat berpengaruh dalam membentuk opini publik – mengunggah serangkaian foto buram berkualitas rendah. Foto-foto itu, yang tampak diambil secara diam-diam dari jarak jauh, menunjukkan seorang pria berperawakan tinggi tegap yang sangat mirip dengan Reza Satria, sedang keluar dari lobi sebuah hotel mewah di sebuah kota di Eropa beberapa bulan yang lalu. Pria itu tidak sendirian. Di sampingnya, berjalan seorang wanita asing berambut pirang panjang, berpenampilan menarik, yang tidak dikenal identitasnya. Wajah pria dalam foto itu tidak terlalu jelas karena resolusi rendah dan sudut pengambilan gambar, begitu pula wajah sang wanita. Namun, postur tubuh, gaya rambut, bahkan jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan pria itu sangat menyerupai Reza. Salah satu foto bahkan menangkap momen ambigu di mana tangan pria itu tampak menyentuh punggung sang wanita saat mereka berjalan menuju lift hotel.
Caption yang menyertai foto-foto itu ditulis dengan gaya provokatif dan penuh insinuasi: "EKSKLUSIF! SIAPA WANITA BULE INI?? Terciduk Kamera Netizen Keluar Bareng dari Hotel Mewah di Swiss dengan Sosok Pria Mirip 'Bapak Negara' Kita. Ada Main Api di Belakang Ibu Presiden? #RezaSelingkuh #KarmaPolitik?"
Tak berhenti di situ, beberapa menit kemudian, akun yang sama mengunggah tangkapan layar (screenshot) dari beberapa potongan percakapan WhatsApp yang diklaim sebagai percakapan antara Reza dan wanita misterius tersebut. Percakapan itu menggunakan bahasa Inggris, bernada genit, penuh emoji hati dan ciuman, membicarakan pertemuan rahasia dan 'momen tak terlupakan'. Tidak ada konteks tanggal yang jelas, tidak ada nama pengirim atau penerima yang utuh, hanya potongan-potongan ambigu yang bisa ditafsirkan liar.
Dalam hitungan menit, unggahan itu meledak seperti bom nuklir di jagat maya Indonesia. Tagar #RezaSelingkuh dan #IbuNegaraDikhianati seketika melesat menjadi trending topic nomor satu, mengalahkan isu RUU RDM yang sebelumnya mendominasi. Portal-portal berita – terutama yang selama ini dikenal berseberangan dengan Nisa atau berafiliasi dengan oposisi – langsung menyambar "berita panas" itu tanpa menunggu verifikasi lebih lanjut. Mereka mengemasnya kembali dengan judul-judul yang jauh lebih bombastis dan menghakimi, mengutip "sumber anonim terpercaya" yang mengaku melihat "kemesraan yang mencurigakan" antara pria mirip Reza dan wanita bule itu di bar hotel. Beberapa bahkan berani menampilkan potongan percakapan WhatsApp rekayasa itu sebagai 'bukti' tambahan. Tsunami fitnah itu bergulir begitu cepat dan dahsyat.