Jika Mentari Tak Kembali

Ananda Galih Katresna
Chapter #6

Keputusan yang Terlambat

Mentari duduk di kursi penumpang, di samping Putri yang sedang mengemudikan mobil. Udara sore itu terasa hangat, namun ada ketegangan yang mengalir di antara mereka. Suasana di dalam mobil seolah bergetar, namun semuanya terlihat tenang di luar sana. Mobil-mobil lain berlalu dengan cepat, namun di dalam, hanya ada dua jiwa yang bergelut dengan pikirannya masing-masing. Di luar jendela, jalanan yang panjang berliku hanya tampak seperti latar belakang yang tak berarti. Namun dalam hati Mentari, badai yang tak kunjung reda terus menggelora. Ia terus mengelus perutnya dengan lembut, seolah mencari sedikit ketenangan, namun wajahnya sedikit berkeringat, dan matanya terus terfokus pada apapun kecuali dunia di luar jendela mobil.

"Tenang, Put. Gue kan udah nggak pernah telat dateng ke kampus lagi. Tapi gue tetap harus maksimalin nilai gue sampai akhir semester," suara Mentari terdengar serak, seolah ada beban berat yang terus menerus ia pikul. "Lagi pula gue udah terbiasa. Gue cuma harus tahan kaya gini tiga bulan lagi biar utang gue ke Kevin bisa lunas. Gue juga nggak mau kaya gini terus." Kalimat itu terucap pelan, namun sarat dengan penyesalan yang tersembunyi.

Putri menatapnya sekilas, tangannya tetap mantap memegang setir, meskipun ekspresinya tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Ia tahu persis apa yang sedang dipikirkan sahabatnya. "Tiga bulan? Berengsek si Kevin. Gini aja, lo boleh pake duit gue dulu buat bayar utang lo ke dia. Lo harus berhenti secepatnya, Tar," kata Putri dengan nada tegas, tapi lembut, mencoba meyakinkan sahabatnya.

Mentari menggelengkan kepala dengan lembut, wajahnya terlihat tertekan. "Udah, nggak usah, Put. Gue makin nggak enak kalau gini." Suaranya begitu berat, seperti bebannya. Ia tahu betul Putri ingin membantunya, tetapi dia tak bisa terus-menerus bergantung pada orang lain, bahkan sahabatnya sendiri.

Putri menatapnya dengan mata yang tajam. "Tapi gue nggak mau lo kaya gini terus, Tar. Bilang cepat, berapa sisa utang lo?" Suara Putri begitu lugas, tidak ada ruang untuk penolakan.

Mentari terdiam sejenak, matanya menatap ke luar jendela, seolah mencari jawaban di jalanan yang terus berjalan di depannya. "Sekitar seratus juta, Put," ujarnya akhirnya, suara itu begitu berat, seperti beban yang kini harus ia angkat sendirian. "Total biaya rumah sakit Bapa hampir 250 juta. Selain itu, gue juga udah perhitungin buat nabungin sebagian biar setelah gue lepas dari Kevin, gue masih punya dana buat ngurus Bapa."

Putri terkejut, ekspresi wajahnya berubah kaget. "Seratus juta?!"

Mentari mengangguk pelan, wajahnya mulai tampak murung. "Iya, Put. Gue nggak tahu harus gimana lagi. Udah terlanjur, semua ini udah terlanjur. Gue cuma mau bisa selesain semua masalah ini."

Putri menunduk, nampak berpikir keras. "Kalo gue jual mobil ini, mungkin bisa buat bantu lo, Tar." Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulut Putri, meskipun ia tahu betul bahwa itu adalah keputusan besar.

Mentari menatap Putri dengan mata yang penuh kekhawatiran. "Jangan, Put. Ini masalah gue. Gue nggak mau bikin lo repot karena masalah yang gue bikin." Mentari merasa hatinya semakin berat. Ia tidak ingin menyusahkan siapa pun, terutama sahabatnya.

Sepanjang percakapan itu, Mentari tetap mengelus perutnya, dan wajahnya terlihat sesekali menahan rasa sakit. Putri yang melihat itu mulai merasa cemas, lebih dari sebelumnya.

"Lo sakit? Dari tadi gue liat lo megangin perut terus," tanya Putri, khawatir.

Mentari mengangguk lemah, matanya mulai berkaca-kaca. "Iya, nih. Gatau kenapa perut gue sakit banget, mual banget rasanya."

Putri melirik sekilas ke arah Mentari, lalu kembali fokus ke jalan. "Tuh kan, lo terlalu sibuk sampe nggak peduli sama kesehatan lo sendiri. Kita ke klinik, ya, Tar?"

Mentari mencoba menolak dengan lemah. "Gausah, Put. Anter gue ke kost aja."

Namun Putri, yang tak ingin Mentari terus menahan rasa sakit, hanya menatapnya dengan tajam dan berkata tegas, "Udah, gausah ngelawan deh. Liat tuh lo sampe keringetan gitu. Kalo lo tiba-tiba pingsan di kost, kan malah makin repot. Ikutin gue aja ya."

Lihat selengkapnya