Jika Mentari Tak Kembali

Ananda Galih Katresna
Chapter #12

Hidup Harus Tetap Berjalan

Setelah keluar dari perpustakaan, Mentari dan Putri berjalan menyusuri lorong kampus yang semakin ramai, dengan langkah yang tenang namun penuh pemikiran. Mentari merasa seperti dunia di sekitarnya berputar begitu cepat, sementara dirinya terperangkap dalam kebingungannya sendiri. Meskipun Putri ada di sampingnya, ia masih merasa seperti berjalan sendirian, membawa beban yang sangat berat di hati. Pikirannya terombang-ambing antara keputusan-keputusan sulit yang harus diambil, dan kenyataan yang tak bisa ia hindari.

"Lo oke, Tar?" Putri bertanya dengan lembut, melirik sahabatnya yang terlihat semakin cemas. Meski Mentari berusaha tersenyum, Putri bisa merasakan betapa dalamnya keraguan yang menguasai diri sahabatnya.

Mentari mengangguk pelan, namun senyum yang ia berikan terasa sangat dipaksakan. "Oke kok, Put. Gue cuma butuh waktu buat nyari solusinya aja."

Putri menghela napas panjang, tidak yakin sepenuhnya dengan jawaban Mentari. "Tapi lo nggak bisa terus begini. Lo harus pikirin kesehatan juga, bukan cuma masalah utang dan masalah lain yang datang bertubi-tubi."

Mentari hanya diam, meskipun dalam hatinya ia tahu bahwa Putri benar. Tetapi, dalam keadaan seperti ini, semua perasaan dan kecemasan seolah menjadi satu, menutupi semuanya. Ia ingin keluar dari masalah ini, namun semakin ia berusaha, semakin ia merasa terjebak.

Mereka berdua akhirnya mencapai parkiran kampus, tempat mereka meninggalkan mobil Putri. Mentari melangkah ke mobil, berusaha untuk tidak terlihat lelah meskipun tubuhnya terasa berat. Putri mengikutinya dengan langkah cepat, tetap waspada dengan keadaan Mentari.

Di dalam mobil, Putri memulai percakapan lagi, mencoba mengubah suasana. "Tar, gue tahu lo nggak bisa terus nyari alasan buat kabur dari semua ini. Lo harus hadapi semuanya. Gue ada di sini buat bantu lo, cuma kalo lo mulai mikir lebih banyak dan nggak ngelakuin apa-apa, lo bakal makin terpuruk."

Mentari menghela napas panjang, matanya tetap tertuju pada jalan yang terbentang di depannya. "Gue ngerti, Put. Cuma... semua ini tuh susah. Gue nggak tahu apa yang harus gue lakuin. Tapi gue harus coba untuk nggak jadi beban buat semua orang."

Putri menatapnya dengan penuh perhatian. "Lo nggak sendirian, Tar. Jangan nganggap diri lo beban. Kita temen, lo nggak sendirian dalam hal ini."

Mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah sakit. Jalanan tampak ramai dengan kendaraan yang berlalu-lalang, namun Mentari merasa seolah-olah dirinya terisolasi dalam ruang kecil mobil ini. Putri sesekali berbicara untuk mencoba mengalihkan perhatian Mentari, tetapi sahabatnya tetap diam, tenggelam dalam pikirannya.

Setelah beberapa saat, mereka tiba di rumah sakit. Putri memarkirkan mobil di area parkir yang kosong, dan mereka berdua keluar dari mobil. Udara malam yang sedikit dingin menyambut mereka, namun Mentari tidak merasakannya. Hatinya terlalu dipenuhi oleh kecemasan dan beban yang terasa semakin berat.

"Lo tunggu di sini ya, ga lama," kata Mentari, menatap Putri yang masih mengikutinya. Putri hanya mengangguk dengan senyuman penuh pengertian saat Mentari memberi isyarat untuk menunggunya.

Lihat selengkapnya