Agustus, 2018 tiga bulan sebelumnya.
“Jangan lupa sarapan, aku buat ini sebelum istirahat, jangan disisakan, jangan di bagi teman, ini spesial buatan tangan penuh rasa sayang”.
Di kertas biru muda tertulis kalimat manis lengkap dengan sandwich tiga lapis di dalam tempat makan merah jambu warna kesukaan kekasihnya tergeletak di meja kerja ruangan mara
Drreudddd.... handphone mara bergetar, menandakan pesan masuk.
“aku masuk shift malam di rs, sekarang istirahat, siang isi kelas di kampus, aku kirim pesan jaga-jaga kamu bertanya dan tidak sempat aku balas, i love you mara ku”.
Mara tersenyum, mendapat pesan dan noted berikut sarapan. Manis memang kisah mereka selama bertahun-tahun lamanya. Selepas pulang bekerja, menjadi kebiasaan mara mengirim pesan kepada lucash.
“Jaga kesehatan dokter cinta ku, dosen kebanggaan ku, aku pulang duluan”
Lucash membalas “emot love dan peluk”
Singkat memang tapi hal-hal tersebutlah yang membuat hubungan mereka seawet itu, selain saling mengerti dan berpegang pada kepercayaan yang konsisten tetapi komunikasi yang baik menjadi salah satu alasan mengapa mereka dapat bertahan hingga sekarang.
***
Akhir pekan pun datang, lucash dan mara pun bertemu untuk menghabiskan waktu setelah lima hari dalam sepekan terpisahkan karena pekerjaan. Seolah tak habis stok akan kemana? mau makan apa? Dan apa yang akan dilakukan, mereka memang tak pernah kewalahan kehabisan rencana.
“hari ini belanja yuk, aku masak buat kamu, minggu ini lelah bukan? Banyak mahasiswa minta revisi? Ada yang mau kamu makan?” tanya mara sambil berjalan menyusuri lorong parkiran.
“aku mau apapun buatan tangan kamu”
“apapun?”
Lucash tersenyum dan mengangguk. Mengiyakan tanya mara yang kegirangan.
Mara dan lucash pun memilih beberapa belanjaan yang akan mara olah untuk membuat masakan untuk lucash, mara memang tak pandai saat pertama kali membuat masakan untuk lucash, kemampuannya jauh jika di bandingkan lucash dalam hal memasak.
Namun dengan konsistennya mara belajar memasak, dan lucash yang telaten mengajarkan dan selalu memberi pujian untuk menambah semangat mara, perlahan kemampuan mara pun terus meningkat.
“yang akan aku dirindukan di dunia ini kamu tau?”
“apa? Aku?”
“kurangi narsistiknya kamu”
“lho? bukan? Lalu?”
Lucash menatap mara meminta jawaban, dengan tatapan yang penuh perasaan rasa sayang yang mendalam tanpa pudar, yang malah makin bertambah dan bertambah.
“adalah” jawab mara sambil berjalan selangkah demi selangkah melewati tumpukan stok makanan yang terpajang tertata rapih.
Setelah selesai memilah beberapa belanjaan, dan membayarnya dikasir lucash dan mara pun kembali ke apartemen mara.
“Duduk, mau minum apa? Sambil nunggu nonton film ini bagus.” Terang mara sambil menunjukan dan memilih film untuk di putar.
“Tunggu ya, aku akan masak sepuluh kali lipat lebih enak dari masakan aku yang sebelumnya.” Tambahnya sambil meleos ke dapur dan mengenakan celemek yang tergantung di pundaknya.
Saat mara memasak, bukannya film yang lucash tonton, lucash sibuk memperhatikan mara yang semakin lincah menggunakan pisau dengan kedua tangannya yang lentik, bagi lucash tidak ada pemandangan yang paling cantik dan indah selain wajah ibunya dan mara.
“Bukan begitu cara memotongnya.” Ucap lucash sambil menghampiri mara dan mengambil pisau dari tangan mara untuk menunjukan caranya.
“Begini, bisa?”
Mara mengangguk.