Jilan The Series, Puspa Arum

widyarini
Chapter #12

Serat Sedayu

Lontar kuno yang ada di dalam kotak pemberian Pak Wiyoko kusimpan dengan hati-hati. Sesampainya di rumah, aku dan Mas Barra sepakat untuk membaca isinya nanti malam saat bapak dan ibu sudah tidur. Pak Wiyoko juga telah meminjamkan kamus Bahasa Jawa Kuno. Ini bisa kami gunakan untuk menterjemahkan isinya.

Bagian awal lontar bertuliskan kata Serat Sedayu. Aku menebak yang dimaksud adalah catatan dari Dewi Sedayu, leluhur keluarga Soenggono. Rasa penasaranku sudah mencapai level tertinggi. Terlalu banyak misteri yang entah kenapa menimbulkan rasa penasaran sekaligus takut di waktu yang bersamaan. Apapun yang ada di dalamnya, akankah kuketahui malam ini juga? Entahlah.

’’Bapak sudah tidur?’’ tanya Mas Barra sambil berbisik.

Aku mengangguk lalu menyalakan lampu ruang tamu. Mas Barra mengeluarkan kotak kayu milik Pak Wiyoko. Dia mengeluarkan lontar dengan hati-hati. Aku melihat aksara Jawa yang tertulis telah memudar dan hanya sebagian kecil yang cukup jelas dibaca.

’’Ini semacam kidung,’’ ujarku ketika membaca bait yang bisa dibaca. Aku mencocokkan aksara demi aksara dengan buku Aksara Jawa dan kamus yang dipinjamkan Pak Wiyoko. Bahasa Jawa ternyata banyak menggunakan kota kata dari Bahasa Sansekerta. Ini mengingatkan akan kisah Mahabharata dan Ramayana.

Mas Barra menoleh ke arahku, ’’Memangnya Dewi Sedayu itu sinden?’’

Aku mendengus, ’’Makanya kalau pas jam Pelajaran Sejarah jangan tidur. Banyak peninggalan catatan sejarah yang berupa kidung seperti Serat Centini. Begitu kata Pakde Wiyoko.’’

’’Isinya apa?’’ tanya Mas Barra. Dia mengernyitkan dahi sambil ikut melihat isi lontar.

Aku membuka kamus dan mulai menterjemahkan satu demi satu. Sayangnya banyak yang aku tak tahu, ’’ Bahasa Jawa Kuno memang susah diterjemahkan,’’ gerutuku.

Mas Barra sibuk memeriksa isi kotak kayu. Dia menemukan sebuah buku tua yang warnanya sudah menguning, ’’Ada lagi ini, Lan!’’ serunya.

Aku menerima buku itu dari tangannya lalu membuka halaman pertama, ’’Ya ampun! Lha ini dia terjemahannya, ngapain aku dari tadi pusing,’’ seruku.

Mas Barra tertawa kemudian buru-buru menutup mulutnya karena takut orangtua kami bangun. Tulisan tangan dalam buku itu sepertinya sudah berumur puluhan tahun. Kami menyebutnya tulisan halus. Cara menulis aksara secara artistik. Saat kelas 3 SD, kami sering mendapat tugas menyalin tulisan seperti itu.

Aku mulai membaca catatan tangan yang tintanya sudah mulai memudar.

Raden Reksapati dan Raden Wirayudha, adalah tangan kanan Pangeran Benawa dari Pajang yang menjadi Adipati pertama di Babatan. Daerah Glagah Anom diberikan kepada Raden Wirayudha. Sementara itu Raden Reksapati menolak mendapatkan jabatan Patih. Dia memilih mendirikan padepokan di Pahesan, namanya kemudian lebih dikenal dengan sebutan Ki Ageng Reksapati.

Suatu hari Raden Wirayudha meminta tolong kepada Ki Ageng Reksapati untuk mengamankan Glagah Anom karena terjadi banyak pergolakkan dan kejadian misterius yang membuat kondisi tidak stabil. Setelah berhasil mengamankan Glagah Anom, persahabatan mereka akhirnya diikat dengan menjodohkan anak-anak mereka. Raden Wirayudha memiliki putra bernama Raden Arya Samudra sedangkan Ki Ageng Reksapati memiliki seorang putri bernama Dewi Sedayu. Keduanya saling jatuh cinta sejak pertama kali bertemu.

Raden Arya Samudra adalah salah satu murid kesayangan Ki Ageng Reksapati. Dia tak pernah mengetahui bahwa Dewi Sedayu memiliki saudara kembar yang bernama Damar Langit. Sejak kecil Damar Langit berguru ke padepokan Ki Gede Pandanjati di lereng Gunung Slamet.

Lihat selengkapnya