SAAT istirahat, Keyzia bergegas meninggalkan teman-temannya di kantin. Cewek itu tak peduli tatapan dan pertanyaan-pertanyaan heran terlontar dari mulut mereka. Keyzia bolos setelah pelajaran kedua. Ia berjanji akan menunjukkan sesuatu begitu urusannya selesai. “Akan ada cerita seru!” ujarnya sebelum memacu mobil menuju jalan Sudirman.
Dan di sinilah Keyzia sekarang. Dari kejauhan, ia mengamati gedung megah berhalaman luas yang asri. Pohon-pohon rindang dan beberapa bonsai yang tertata rapi di sekitarnya. Suasananya tenang dan terkesan sunyi. Hanya terlihat satu-dua orang melintas di koridor sekolah. Tiang bendera berdiri di halaman kompleks bangunan berpola limas itu. Sesekali angin berkesiur, membelai pepohonan dan bendera di mercu tiang besi.
Di depan gedung berlantai dua itu terdapat gerbang setinggi hampir tiga meter berwarna cokelat. Kukuh dan terkesan sangar. Gerbang berupa kisi-kisi besi bulat itu memiliki empat roda besi yang dihubungkan dengan rel di bawahnya. Di sisi utara, terdapat board bertuliskan SMA Sudirman yang ditopang dua tiang besi. Pos jaga berada di selatan bagian dalam. Dari celah-celah gerbang, tampak dua orang satpam tengah bercakap.
Keyzia memeriksa jam di pergelangan tangan, lalu memarkirkan mobilnya di seberang jalan. Ia gegas menyebrang dan duduk di kursi besi di depan dinding sekolah, di bawah pohon glodogan tiang yang berjejer. Belum seberapa lama ia duduk, bel sekolah berbunyi. Gerbang terbuka lebar. Selang beberapa menit kemudian siswa-siswi berhambur seperti anak ayam lepas dari kandang. Keyzia berjingkat masuk di sela kerumunan.
Tak banyak yang memerhatikan kehadiran cewek ber-soft lens biru itu. Kini ia berdiri di sisi pintu parkiran. Namun, seorang cowok beralis tebal dan bermata tajam, sejak tadi memerhatikan gerak-geriknya. Cowok yang tengah berusaha mengeluarkan motor Ninja 250cc itu, sempat menghentikan aksinya beberapa saat. Dari tempatnya berdiri, ia meneliti wajah dan penampilan Keyzia, meyakinkan diri bahwa dugaannya tak salah. Ini nggak biasa banget. Untuk apa cewek aneh itu ada di sini? Ada resah menitik di ujung hatinya.
Cowok itu bergegas mengenakan helm full face ketika ia yakin cewek itu benar-benar orang yang ia maksud. Cowok berkulit putih itu berusaha menyembunyikan wajah. Ia menghindari tatapan Keyzia. Terlambat! Kini ia tak mampu menghindar. Keyzia sudah gegas berjalan. Ujung rambutnya yang jatuh di bawah rahang, membiak pelan diterpa angin.
Keyzia melangkah anggun dan menghampiri. “Hai, Ryan. Lagi buru-buru banget ya?” sapanya diberangi senyum ramah dan bersahabat.
Tanpa membuka helmnya, Ryan mengangguk pelan lalu men-starter motor dengan gerakan cepat dan kaku. Melihat hal tersebut, Keyzia merapat ke sisi motor berwarna merah itu. Beberapa murid yang melintas di tempat itu, sempat memerhatikan adegan tersebut. Bahkan ada beberapa murid cowok yang menggoda dengan suitan dan siulan.
“Mobilmu masih digadai? Demi Melody? Kan dia udah kaya sekarang.”
Ryan tak bereaksi. Ia bersiap melajukan motornya.
“Aku mau ngomong, bisa matiin motormu nggak?”
“Ngomong aja!” sahut Ryan tanpa mematikan mesin motornya.
Tiba-tiba Keyzia melompat dan duduk di jok belakang. “Ya udah, kita ngomong di luar aja,” ujarnya ringan. Tanpa ragu, kedua tangannya merangkul pinggang Ryan.
Ryan menggeragap sesaat. Cowok 18 tahun itu tak menduga Keyzia akan melakukan hal itu. Tak ingin menjadi tontonan gratis teman-temannya, tanpa bicara Ryan keluar dari parkiran. Meski sebal, ia membiarkan Keyzia merapat di punggungnya. Baru kemudian setelah berada di luar, Ryan mematikan mesin motornya dan berdiri menghadapi Keyzia.
Ryan membuka helm-nya. “Sekarang ngomong!” pintanya dingin.
“Kamu masih saja kaku kalau ngadepin aku,” balas Keyzia setengah protes. Ia memandangi wajah Ryan yang agak berkeringat. “Jangan mikir macem-macem loh. Aku sengaja ke sini untuk ketemu kamu kok. Do you know for what?”
Ryan masih berdiri tanpa reaksi. Tangannya mendekap helm di antara dada dan perut. Cowok berambut short spike itu tengah berpikir, hal memalukan apa lagi yang akan dilakukan Keyzia. Dirinya mengenal sosok Keyzia sebagai cewek agresif, angkuh dan haus popularitas. Selalu ada saja ulahnya yang bikin orang lain jengkel. Ryan bahkan masih mengingat dengan jelas, apa yang dilakukan cewek itu di sebuah toko roti beberapa waktu lalu. Bukan, bukan dendam tentu saja. Tetapi cowok itu tahu, Keyzia susah ditebak.
Melihat reaksi cowok bertubuh tinggi itu, Keyzia menjadi gemas dan tak sabar. Dengan gerakan kasar, ia menyodorkan gulungan surat kabar dan tabloid yang sejak tadi dibawanya. Beberapa saat ia menanti reaksi Ryan sebelum akhirnya kembali bicara.
“Kamu baca deh! Ada ulasan terbaru tentang Melody,” ujarnya menjelaskan. “Di dalam juga ada pendapatku tentang pembohongan publik yang dilakukan pacarmu yang sok alim dan sok lugu itu. Kamu pasti nggak nyangka, dia ternyata pendusta. Kamu….”
“Pembohongan? Apa maksudmu?”
Keyzia melipat kedua tangannya di dada. “Buka aja!” katanya dengan nada angkuh. “Sebentar lagi masyarakat Indonesia akan tahu. Melody, diva muda yang mereka banggain, tak lebih hanya penipu ulung yang ngebodohin mereka. Dia akan hancur!”
Mendengar serapah yang dilontarkan Keyzia, Ryan terpancing. Ia tak suka nada bicara Keyzia yang terdengar begitu melecehkan. Setelah mengaitkan helm pada stang motor, ia segera membuka tabloid di tangannya. Mendadak matanya membelalak. Bagai tersulut bara api, dadanya memanas seketika. Dan seperti habis berlari menaiki bukit, degup jantungnya berpacu lebih kencang dari biasanya.
“Dari mana kamu dapat semua info sampah ini?!” tanya Ryan menyelidik.
“Kenapa?” Keyzia balik bertanya dan semakin mengangkat dagu. “Kamu nggak percaya kalau Melody pemuja benda-benda keramat. Aku yakin kamu pernah berkunjung ke rumahnya yang kayak rumah dukun itu. Apa isinya selain benda-benda mistik?”
Wajah Ryan memerah. “Mel nggak mungkin memuja benda mati, apa lagi hanya sekadar cincin. Kesuksesan dia, buah dari kegigihan usahanya, bukan karena….”
“Whatever! Terserah mau bilang apa. Nyatanya memang begitu kok!”
“Kamu bisa dituntut atas nama fitnah dan pencemaran nama baik!”
“Oh, silakan!” Keyzia menantang tatapan Ryan. “Tapi… lebih baik kamu tanya sama Melody, bener nggak dia nyimpan cincin keramat itu? Benar nggak dia sukses karena bantuan magis cincin itu. Yang jelas, sebentar lagi dia akan hancur! Semua kebohongannya sudah terbongkar. Oke, aku pikir cukup. Enjoy your time, byeee!”