“TIDAK, Leea,” ucap Ummi Nurjanah untuk kesekian kalinya. Di depannya, cewek berambut super pendek tengah mengawasinya dengan tatapan menghunjam. “Saya kenal Mel dengan baik. Dan saya yakin, Mel paham apa itu syirik. Leea, kamu tahu apa itu syirik, kan?”
Leea bungkam. Tangannya memainkan bandul kalung monel di lehernya.
“Syirik adalah menyekutukan Allah dengan sesuatu ciptaan-Nya,” lanjut Ummi Nurjanah menjelaskan, “penyekutuan itu bisa termasuk pengakuan kemampuan ilmu daripada kemampuan kekuatan Allah. Pengabdian selain kepada Allah dengan menyembah benda mati seperti patung, tempat dan benda keramat, kuburan atau peninggalan nenek moyang yang diyakini akan menentukan dan memengaruhi jalan kehidupan.”
"Nah, itu benar sekali!” Leea mengomentari ucapan Ummi Nurjanah dengan senyum lebar. “Melody melakukan itu. Saya hanya minta, Ummi membimbingnya.”
Ummi Nurjanah menumpukan punggungnya pada sandaran bangku kayu. “Saya tidak paham, kamu jauh-jauh datang ke sini hanya untuk mengatakan bahwa Mel pemuja setan,” sergahnya setengah bergumam. “Kamu tahu kalau ini hanya buang-buang waktu?”
“Jadi, Umi tetap percaya sanggahan Melody?”
“Leea, anakku. Saya sudah jelaskan panjang lebar bahwa tuduhan kalian itu salah.” Ummi Nurjanah menelusuri wajah cewek tomboy di depannya. “Mel itu teman sekelasmu, Leea. Semestinya kamu tahu siapa Mel sejak dahulu. Kenapa kamu justru lebih percaya omongan Keyzia dan gosip-gosip yang tidak jelas dari mana datangnya?”
“Umi nggak tahu bagaimana kelakuan Melody di sekolah.”
"Setahu saya, Mel sedang berusaha menjadi lebih baik,” sahut Ummi Nurjanah terdengar bijak. “Seberapa banyak kita berbuat salah, itu tidak penting. Pertanyaanya akan jauh lebih baik jika diubah “seberapa banyak kita memperbaiki diri dari kesalahan”. Saran saya, kamu perbaiki akhlakmu terlebih dahulu sebelum mengurusi orang lain.”
“Apa salah saya?” Nada suara Leea meninggi. “Bukan saya yang memuja setan.”
Ummi Nurjanah tersenyum. “Kamu paham apa maksud saya, Leea.”
“Jangan hanya karena penampilan saya begini, Umi menuduh saya cewek nggak baik.” Kembali Leea memandangi Ummi Nurjanah begitu lekat. “Saya tahu siapa saya.”
"Tak ada yang mengatakan kamu gadis tidak baik, Leea.” Ummi Nurjanah menunda kalimatnya beberapa saat. Ia menawarkan Leea untuk meminum teh yang sudah hampir dingin. “Kamu masih berhubungan baik dengan papa dan mamamu, kan?”
“Nggak pernah ada masalah tuh!”
"Syukurlah. Saya senang mendengarnya,” komentar Ummi Nurjanah tulus. “Meskipun kedua orangtuamu tidak serumah, tetapi melakukan komunikasi dengan mereka itu sangat baik. Ada efek psikologis secara langsung dari komunikasi yang intens.”
“Bagaimana Umi tahu keluarga saya? Mel yang ngadu pasti.”
Ummi Nurjanah tertawa pelan. “Yogya nggak seluas pulau Jawa, Leea.”
Dengan gerakan pelan Leea menyandarkan punggungnya, meniru posisi Ummi Nurjanah. Ia tak memedulikan perempuan berjilbab di depannya. Justru ia membuang pandangan jauh ke luar jendela, pada ranting-ranting sawo yang tumbuh di halaman. Cicit burung-burung kecil yang berkejaran di dahan, sesaat mengalihkan perhatiannya.
“Kami hanya kasian sama Ryan,” ucap Leea tanpa memerhatikan lawan bicara. “Ryan rela namanya rusak gara-gara Melody. Semua orang tahu kalau Ryan, pacar Melody ternyata seorang muslim yang juga percaya kekuatan mistis dan hal-hal magis….”
“Leea, sampai kapan kamu dan teman-temanmu mau didikte sama Keyzia?” Perempuan 45 tahun itu menyesap sisa tehnya, lalu mengembalikan cangkir motif kembang ke atas meja. “Saya tahu dia berusaha memengaruhi Ryan, dan sekarang mengirimmu pada saya. Tapi ini langkah yang salah, Leea. Ryan tak mungkin membenci Mel. Kalian jelas keliru kalau datang hanya untuk memengaruhi Ryan atau saya.”
“Keyzia tak pernah mengutus siapa pun. Ini inisiatif saya sendiri!”
“Leea, anakku.” Ummi Nurjanah menyondongkan badannya ke depan, sehingga jarak keduanya benar-benar hanya terhalang meja. “Jangan kotori pikiranmu dengan hal-hal negatif. Maaf, saya rasa lebih baik sekarang kamu pulang dan istirahat.”
“Sepertinya Umi nggak paham maksud saya.” Cewek ber-eye liner tebal itu berdiri, menuntun lengan Ummi Nurjanah untuk kembali duduk. “Saya belum selesai!”
Ummi Nurjanah masih berdiri. Ia menggenggam tangan Leea dengan lembut. “Dengar, Leea. Kamu sudah berhasil membuat masyarakat dan banyak media percaya dengan cerita karanganmu,” ujarnya dengan nada dan volume suara yang halus dan berwibawa. “Kamu berhasil membuat Mel dan Nyi Warti sedih. Banyak hati yang menderita karena kebohongan kalian, Leea. Pulanglah, sampaikan salam saya buat Keyzia. Jangan sia-siakan masa muda kalian. Cobalah belajar selalu berprasangka dan berbuat baik pada sesama.”
Leea menepiskan lengan Ummi Nurjanah dari genggamannya. “Saya nggak butuh ceramah, Umi! Saya sudah bilang, Melody yang perlu dinasihati. Dia yang musyrik. Dia yang memuja cincin keramat untuk kesuksesannya. Bukan Keyzia… apalagi saya.”
Ummi tersenyum bijak. Leea memalingkan wajah.
“Leea, yang harus kamu tahu….” Ummi Nurjanah menurunkan nada suaranya sedemikian rupa. “Keyzia sudah beberapa kali ketemu Mbah Suro di Wates. Ah, Keyzia tidak kenal baik lelaki itu. Dia minta Mbah Suro menarik kekuatan cincin punya Mel. Keyzia, yang percaya kalau akik bisa mendongkrak kesuksesan. Keyzia, yang ingin mengisi cincin barunya dengan kekuatan magis. Dialah yang sebenarnya musyrik, Leea. Sama sekali bukan Mel!”
“Ba… bagaimana Umi bisa tahu cerita ini?”
Ummi Nurjanah tersenyum seraya mengusap pipi Leea. “Saya bukan anak kemarin sore Leea. Saya melihat dan mendengar lebih banyak daripada kalian.”
***
BEBERAPA hari ini, media cetak dan elektronik Indonesia banyak menyuguhkan berita yang seragam; mengulas tentang cincin luar biasa yang dikenakan Keyzia. Sepertinya, beberapa foto Keyzia dan Ragiel yang beredar di berbagai media, begitu berefek. Herannya, bukan kedekatan mereka yang dibahas, melainkan cincin bermata hijau yang dikenakan Keyzia. Bahkan, di beberapa acara televisi nasional, tema yang sama pun menjadi bahasan dialog dan talk show. Masyarakat Indonesia semakin heboh. Belum juga reda berita yang sedang hits tentang cincin milik Mel, kini muncul berita terbaru itu.
Banyak yang menggembar-gemborkan bahwa cincin zamrud yang dikenakan Keyzia adalah yang terbaik dari yang pernah ada. Beberapa penggemar batu mulia berpendapat, zamrud lokal kini telah hadir dengan nilai yang mahadahsyat. Sudah barang tentu, para kolektor, pencinta dan pembisnis batu mulia turut heboh pula. Media-media dan antusiasme masyarakat yang berlebihan inilah yang berkontribusi menjadi penyebabnya.
Di seluruh pelosok tanah air, di kota maupun di desa masyarakat dari berbagai kalangan seolah memiliki kesibukan dan hobi baru, mengoleksi batu akik. Tak mengherankan jika kemudian bermunculan para pedagang batu mulia dadakan di berbagai tempat, dari mulai perempatan jalan hingga di sela kesibukan pasar tradisional. Adalah pemandangan yang lazim jika di berbagai tempat terlihat orang-orang terlihat serempak memakai cincin batu akik. Juru parkir, tukang becak bahkan buruh gendong pun memakainya.