Jin

Ismaw
Chapter #12

Mansa 2

Tami teringat perkataan Saga tentang asal muasal Sang Pengamat, nama asli, dan wujud asli yang terlarang untuk diceritakan. Dia sendiri memang tidak banyak tahu soal itu, tapi dia berniat untuk tidak terlalu banyak menceritakan soal Saga. Walaupun Mansa tampak makin bersahabat, tapi dia tetap harus berhati-hati.

“Aku kurang tau sih klo soal itu. Tapi ya dia bisa ngelakuin hal-hal luar biasa yang engga kita bisa. Ngilang, muncul tiba-tiba, de el el lah pokoknya” jawab Tami. Lalu dia pun sekilas menceritakan bagaimana dia mulai menyadari kemampuan itu sejak kecil, dan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya karena orang lain menganggap dia aneh. “Mungkin ini turunan. Kayaknya sih. Dulu kakekku katanya bisa ngelihat juga, tapi aku gak begitu tahu karena pas aku lahir, kakek udah gak ada”

Mansa mengangguk-angguk. “Gimana kamu awalnya bisa ketemu Saga? Apa kalian papasan di jalan terus say hi ?” cengirnya.

Tami menoleh jengah ke arah anak-anak perempuan yang bergerombol tak jauh dari situ. Mereka tampak berbisik-bisik dan sesekali mencuri pandang pada mereka berdua. Celakalah jika para biang gosip itu ada di situ, pikirnya, gosip di sekolahan tentang affair antar siswa selalu menyebar dengan cepat melebihi virus zombie. “Papasan, iya. Aku lihat dia di suatu tempat, terus aku langsung tahu dia bukan manusia soalnya dia lagi duduk di pucuk pohon beringin. Manusia mana ada yang bisa duduk kayak gitu tanpa bantuan, ya bukan duduk biasa tapi agak melayang gitu. Lagian ngapain juga duduk di sana, yang ada malah disangka gila” Tami menjelaskan. “Kirain dia makhluk ghaib biasa aja yang cuma muncul selewatan kayak biasanya”

“Ooo gitu. Terus gimana ceritanya kok bisa ngobrol sama dia?”

Tami diam sebentar memikirkan bagaimana seharusnya dia menjawab dan menceritakan awal mula keakrabannya dengan Saga. “Aku pernah nyelametin ular dari perpustakaan, kayak yang kamu bilang tadi itu. Heboh-heboh ular. Nah, Saga juga ada di sana terus dia ngerasa harus berterima kasih ke aku karena udah bantuin ular itu. Jadi ya dia datengin aku. Gitu sih awalnya” jawab Tami akhirnya. Dia tidak ingin memberitahu soal kucing yang meninggal atau yang lainnya. Mansa pasti akan mengejarku dengan ribuan pertanyaan lain, pikirnya.

“Jadi ular itu betulan bukan ular biasa ya?”

“Iya”

“Kirain bentuk makhluk halus itu semuanya sama, mirip manusia. Maklumlah, aku kan gak bisa liat mereka. Cuma ngerasain sekilas aja. Kadang lemah, kadang kuat”

“Kalau setauku, bentuk mereka macem-macem” Tami bertopang dagu. “Jadi kamu cuma ngandelin feeling aja buat ngebedain makhluk macam apa yang kamu liat?”

“Ya gitu deh. Tapi gak selalu berhasil juga. Maksudku, kan aku ngerasainnaya sekilas, jadi kadang aku gak terlalu memperhatikan juga sih. Tapi pas  Saga itu energinya besar banget. Paling besar yang pernah kurasakan malah”

Tami berpikir, mungkinkah Saga sebenarnya punya kesaktian tertentu sampai energinya bisa dirasakan Mansa dengan jelas?

“Kalian pertama ketemu di mana?” Mansa bertanya lagi sambil menyeruput jusnya sampai habis.

“Taman kota”

“Oya di sana ada pohon beringin tua yang gede banget sih. Emang cocok buat jin bergelantungan” kata Mansa. “Kenapa dia bisa ada di sana?”

“Aku gak tahu kalau soal itu”

“Kamu ngajarin dia main komputer apa gimana? Jin itu pengetahuannya banyak sekali lho, kamu pasti tahu itu”

“Iya. Dia ngikutin aku ke sekolah kayaknya pengen ngamatin aja”

“Masa sih? Nekat juga kamu, tapi keren banget lho itu”

“Tapi ya aku teledor. Kan jadinya ketahuan sama kamu”

Mansa tertawa terpingkal-pingkal. “Apa rencanamu selanjutnya?” tanyanya kemudian.

“Aku belum tahu” jawab Tami. “Tapi aku ini gak tahu apa-apa soal Saga atau makhluk ghaib lainnya. Aku juga masih banyak bingungnya. Jadi gak bisa kasih info apa-apa lagi”.

“Okay aku ngerti. Santai aja, Tam. Tadinya kirain jin itu milikmu jadi aku harus minta ijin kamu kalau mau kontak sama Saga”.

Tami tidak mempercayainya. Sepertinya Mansa menyembunyikan sesuatu, bukan hanya rasa ingin tahu semata terhadap Saga. Mungkin lebih dari itu. “Engga lah” sahutnya sambil menghela nafas pelan-pelan.

“Tapi karena kamulah yang sekarang diikuti Saga, kayaknya aku harus minta bantuan kamu buat ketemu Saga. Aku gak tahu gimana caranya. Apa kamu mau bantuin aku?”

Lihat selengkapnya