"Tangkiii ... bangun, woy!" Jingga membangunkan Bintang dengan kasar. Sudah setengah jam lamanya dia nangkring di kamar Bintang dan melakukan berbagai macam cara untuk membangunkan badak yang sedang tidur ini.
Bintang tidak menggubris sama sekali. Benar-benar seperti 'mati'.
"Okelah. Dari tadi lo nggak mau dengerin gue. Terpaksa gue ngeluarin jurus pamungkas." Jingga gemes sendiri.
Tasss ... Tasss ... Tasss ...
Jingga memukul bokong Bintang beberapa kali.
"Aaarghhh ..." Bintang berteriak, seketika bangun dari tidurnya. Bukan sekadar bangun, tetapi sampai berdiri.
Melihat itu, Jingga terbahak.
"Eh, ngessellin lo ya," ucap Bintang sebal, sembari mengusap-usap bokongnya yang terasa panas dan nyeri.
"Gue takut lo mati. Dibangunin dari tadi, nggak bangun-bangun. Udah kayak mayat terlantar. Haha." Jingga masih saja tertawa.
Bintang mengucek matanya yang dipenuhi belek. Lalu melirik jam dinding kamarnya. Masih jam setengah tujuh. "Lo ngapain bangunin gue pagi-pagi sekali? Gue baru tidur habis subuh tau!"
"Astagah, Bintanggg. Hari ini, hari pertama kita Ospek! Lo lupa?" Jingga berseru kesal. Bisa-bisanya Bintang melupakan hal penting seperti ini.
"Oh, Ospek ya?" Bintang bertanya sambil menguap, seperti hanya mendengar berita yang sama sekali tidak penting. Kemudian dia menggelosor ke lantai. Berbaring, menutup mata lagi.
Baiklah, sepertinya tidak ada pilihan lain lagi.
Sebelum mereka benar-benar terlambat, Jingga segera mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air. Mengusapkan handuk basah itu ke wajah Bintang, kemudian mengganti piyama Bintang dengan baju dan rok putih-seragam wajib selama Ospek.
Kali ini, Jingga tidak perlu repot-repot memakaikan Bintang bedak. Karena selama Ospek dilarang memakai bedak, make-up dan semacamnya.
Abaikan drama-drama yang terjadi selama Jingga menyiapkan segala sesuatu untuk 'Bayi Besar' ini.
Setelah Bintang terlihat sudah rapi, dengan susah payah Jingga membantunya bangun dari posisi berbaringnya. Menyeret Bintang ke ruang makan, mengambil sepotong roti dan menjejalkannya ke mulut Bintang. Untuk yang satu ini, Jingga tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra. Bintang langsung mengunyah rotinya, meski dengan mata terpejam.
"Om, Tante, kami berangkat dulu ya." Jingga menyalami orang tua Bintang. Bergegas menyeret Bintang ke luar dan menaiki sepeda.