Jingga

Lailatul Khomsiyah
Chapter #5

5. Senwel

"Gue nggak ngertiii, gue nggak pahaaam!" Bintang merengek sambil melumat denah itu ke wajahnya.

Denah yang dipegang Bintang adalah denah kampus.

Panitia Ospek meminta mereka untuk menyusuri seluruh kampus hanya dengan waktu satu jam, tanpa kendaraan, alias jalan kaki.

Mungkin jika kampus lain, satu jam sudah lebih dari cukup menyusuri satu kampus dengan jalan kaki. Namun untuk kampus Senwel, itu mustahil. Butuh waktu seharian jika ingin mengelilinginya.

Kampus megah ini selain memiliki bangunan yang nilai artistiknya tinggi, tiap gedung fakultasnya dikelilingi oleh taman-taman yang luas.

Untuk mencapai tiap fakultas, perlu melewati taman sejauh 2-3 kilometer.

Jika kalian beruntung bisa melihat kampus Senwel, kalian pasti merasa bahwa bangunan kampus ini mirip dengan bangunan istana di eropa abad pertengahan, yang dimodifikasi menjadi bangunan modern. Sama sekali tidak terlihat seperti kampus.

"Woe ... sini denahnya! Ancur nih denah kalau dipegang sama cewek barbar macam lo!" Al memulai peperangan dengan Bintang.

"Suka-suka guelah. Sewot teros kerjaan lo!" Bintang tak mau kalah.

"Gimana gue nggak sewot! Ini denah kita satu-satunya. Kalau rusak, lo mau ganti, hah?" Al menyentil dahi Bintang.

Bintang meringis kesakitan. "Tangan lo titisan iblis ya!"

"Bukan. Titisan Lucifer," jawab Al enteng.

"Sama aja bego!" Bintang makin kesal.

Jingga memotong perdebatan Al dan Bintang. "Mending langsung cabut aja, kalau kelamaan debatnya malah buang-buang waktu."

Jingga beranjak, menggaet tangan Bintang. Tidak memedulikan yang lainnya.

"Tunggu dulu. Kalau kita pergi bersama bukannya sama sekali tidak efektif? Karena selanjutnya kita bakalan main game yang membutuhkan pengetahuan tim kita tentang tempat-tempat di kampus ini. Kita perlu berpencar." Langit memberi saran.

"Betul tuh, gue setuju. Ternyata lo pinter juga, Bro." Al menepuk-nepuk bahu Langit bangga.

"Gue juga setuju." Biru meniru Al.

"Gue setuju asal gue berpencar bareng Jingga," kata Bintang.

"Gue ikut lo!" Al berdiri di samping Bintang.

Bintang reflek mundur menjauhi Al. "Ish! Ogah. Syuh, syuh, jauh-jauh lo monyet buluk!"

Ekspresi Bintang seolah-olah menggambarkan bahwa dia sedang melihat ulat bulu, hewan yang sangat dibencinya.

Melihat itu, teman-temannya yang lain tertawa. Bahkan Jingga juga.

Lihat selengkapnya