Terdengar gelegar seperti amukan dari sekitaran ruko. Wajah orang-orang yang mendengar pun terkesiap dan saling melempar pandang. Bukan sekali dua kali terdengar, mereka meninggalkan tempat usaha mereka demi mencari sumber suara. Sebagian menemukan titik sumber, diikuti lainnya menuju titik yang dituju.
Nakanishi kalap menahan pemuda berseragam yang sama dengan Caca, posisinya berada di atas si pelaku. Pukulan tinju dihantamkan bertubi-tubi. Sementara terlihat gadis yang dilihat pedagang sekitar ruko yang baru datang, tengah terbaring seperti pingsan. Para pedagang menarik dari belakang tubuh Nakanishi yang sudah membuat pelaku tidak berdaya. Seakan tengah bersumpah serapah, namun tiap kata yang dihunjamkan seraya menunjuk penuh murka si pelaku tidak bisa dimengerti orang-orang yang menahannya.
Sebagian dari mereka yang mencari sumber suara gelegar amukan yang rupanya milik Caca sebelumnya yang kemudian berganti suara laki-laki milik Nakanishi, berlari keluar meminta tolong pada pihak kepolisian yang berada tidak jauh dari titik lokasi. Tidak peduli apa yang tengah disumpah serapahi si lelaki jangkung berbahasa asing, ia ditarik paksa menuju kantor polisi.
Nakanishi sempat memberontak karena tidak ingin meninggalkan Caca yang tergeletak meski telah membuat si pelaku menjadi tidak mampu berdiri. Tak lama kemudian, polisi datang menghampiri dan menyeret Nakanishi. Sementara rekan polisi lainnya membawa Caca dan si pelaku ke rumah sakit terdekat.
Seorang sekuriti kampus yang melihat keramaian orang-orang dengan satu orang diseret ke kantor polisi, sementara dua lainnya berseragam kampus tengah dibopong entah kemana, lekas menghampiri, bertanya ada apa, kemudian segera masuk gedung kampus untuk memberi tahu apa yang terjadi. Sebagian pegawai kampus yang berada di tempat mendengar hal itu lantas turun tangan, terbagi menjadi dua kelompok dengan satu kelompok ikuti dua orang yang dibopong, dan satu kelompok lain ikuti pemuda yang diseret pihak kepolisian.
Interogasi yang dilakukan terhadap Nakanishi terkendala karena pemuda berwajah oriental itu tidak bisa berbahasa Indonesia. Pihak kampus yang mengikuti ke kantor polisi dan hanya sedikit mengerti bahasa Inggris hanya memahami bahwa Nakanishi adalah orang Jepang, lantas menelpon mahasiswa yang lebih mengerti bahasa Inggris yang berada di kampus. Tak lama kemudian, seorang pemuda dengan seragam yang sama dengan Caca datang, menjadi penerjemah Nakanishi pada pihak kepolisian dan pihak kampus yang berada di tempat. Ternyata tidak banyak bahasa Inggris yang dikuasai Nakanishi, sang mahasiswa meminta bantuan temannya yang pandai bahasa Jepang melalui panggilan ponsel.
Dua penerjemah, namun Nakanishi yang bersyukur adanya penerjemah bahasa Jepang yang benar-benar mengerti bahasa bangsanya lebih memilih gunakan bahasa bangsanya secara utuh dan leluasa. Semua diungkapkan dengan penuh kegeraman. Pihak kepolisian dan pihak kampus yang mendengar dari mahasiswa penerjemah bahasa Jepang tertegun setelah mengetahui fakta yang sebenarnya.
Setelah detik disaputi hening, pihak kampus meminta mahasiswanya yang menerjemahkan bahasa Jepang untuk meyakinkan Nakanishi bahwa Caca akan baik-baik saja, karena ada pihak kampus lain juga yang menyusul ke rumah sakit.
Melihat Nakanishi yang bersedia menenangkan diri, pihak kampus di tempat turut pula merasa lega. Tatkala meminta si penerjemah bahasa Inggris ke rumah sakit untuk melihat kondisi Caca dan si pelaku, sebagian pihak kampus yang ikuti ke rumah sakit datang memberikan keterangan.
"Keduanya tidak sadarkan diri?" Salah satu pihak kampus di kantor polisi mengulangi laporan rekannya.
"Yang perempuan pingsan karena syok, nah yang laki-laki pingsan babak belur."
"Apa yang dia katakan?" Nakanishi bertanya dengan bahasa Jepang pada mahasiswa penerjemah bahasa Jepang. Dan jawaban dengan bahasa bangsanya pun didengarnya. "Aku harus melihatnya! Aku harus melihat Caca-san!"
"Apa katanya?" Salah seorang polisi bertanya pada penerjemah bahasa Jepang.
"Sepertinya dia khawatir dengan yang perempuan. Dia ingin melihat perempuan itu," jawab si penerjemah bahasa Jepang.
"Aku mohon, biarkan aku melihat kondisinya! Aku bukan penjahat!" Ucapan Nakanishi ini diterjemahkan oleh si penerjemah bahasa Jepang pada pihak kampus dan pihak kepolisian.
Sedikit menimbang-nimbang dan mengingat penuturan Nakanishi melalui dua penerjemah, pihak kepolisian mengizinkan namun dengan menyertakan beberapa petugas kepolisian berangkat bersama untuk menghindari Nakanishi kembali brutal pada si pelaku. Bersama pihak kampus yang berada di kantor polisi juga, mereka berangkat ke rumah sakit. Jarak rumah sakit dan kantor polisi memang tidak jauh dari lokasi kampus.
Sesampainya di ruang unit gawat darurat, Nakanishi tidak dapat menahan diri setelah seorang perawat menunjuk Caca yang berada di antara banyaknya ranjang dalam ruangan tersebut. Tidak dipedulikannya dua pihak kampus di rumah sakit dan dari kantor polisi yang saling bertemu, saling memberikan informasi. Sementara itu mahasiswa si penerjemah bahasa Jepang tetap berada di samping Nakanishi sesuai perintah pihak kampus. Dari kabar yang didapat seputar Caca, si penerjemah bahasa Jepang menerangkan keadaan Caca pada Nakanishi.
Terlihat gurat sesal di wajah oriental itu. Nakanishi nyaris menggenggam tangan Caca, namun urung mengingat ucapan sang gadis bahwa dalam agama yang dianut gadis itu perempuan dan laki-laki tidak boleh sangat dekat. Duduk di dekat ranjang Caca membuat Nakanishi berpikir apakah ia tengah lakukan kesalahan? Sungguh sumpah serapah di dalam hati masih menggelegak manakala mengingat perbuatan si pelaku.
"Seharusnya setelah kesadarannya, ia mempertanggungjawabkan perbuatannya!" desis Nakanishi melihat si pelaku berada dengan jarak empat ranjang pintu IGD dari Caca.
Salah seorang pihak kampus yang telah disesaki senyap setelah saling berbagi informasi dengan sesamanya, mendekati mahasiswa si penerjemah bahasa Jepang, meminta diterjemahkan apa yang hendak ditanyakan pada Nakanishi.
"Apa kau tau nomornya?" Si penerjemah bahasa Jepang meneruskan pinta salah seorang pegawai kampus tersebut pada Nakanishi. "Kami akan menghubungi keluarganya."