Dari keterangan polisi yang mewawancarai si pelaku yang kian membaik, pelaku yang dari seragam memang merupakan mahasiswa dari nama kampus yang sama dengan sang korban—namun beda cabang—rupanya diserang kebosanan saat menanti giliran wawancara kerja. Ia beranjak dari tempatnya menanti, mencari tempat untuk menyelesaikan game online yang belum selesai dengan beberapa gamer lain. Terjadi taruhan antara sesama gamer, dirinya berhasil menjadi pemenang. Merasa kebingungan akan meminta apa, seberang sana yang alami kekalahan menawarkan video mesum. Tanpa dipinta persetujuan, video itu telah terkirimkan sang lawan dan diterima si pelaku.
Tidak bisa tidak tergiur. Setiap detik membuat dirinya terangsang. Video tak bermoral itu memang telah dengan sengaja dibuka dan ditontonnya. Berulang kali. Nyaris dibuai kenikmatan dalam khayalan yang tidak senonoh. Sang lawan dari seberang sana kemudian mengirimi pesan menanyakan tentang kabar wawancara kerja yang memang telah diberi tahu si pelaku sejak kemarin. Demikian membuat si pelaku lekas tersadar untuk segera keluar dari toilet tempatnya bermain online sampai menonton video tidak pantas.
Dua jam menanti sampai bermain game online dan menonton video tidak pantas, rupanya namanya sudah berkali-kali dipanggil selama dirinya tidak berada di tempat. Para mahasiswa dan mahasiswi sudah banyak beranjak, dan pihak perusahaan yang mencari tenaga kerja pun sudah berangkat. Geram yang membubung berusaha ditahannya. Ia lantas keluar kampus untuk mencari sekiranya masih ada teman sekampus yang terlihat untuk dijuruskannya kesah, namun tidak sengaja melihat sosok mahasiswi lain. Pikiran asusila melintas. Dimulailah kebohongan dilakukan demi melampiaskan kekesalan pada diri dengan melakukan apa yang dilihat dari video mesum yang tadi ditonton.
Begitu si penerjemah Jepang menerjemahkan pada Nakanishi. Bila tidak di rumah sakit dan tidak ada pihak kepolisian, beberapa bogem lagi akan dilayangkan Nakanishi. Namun, ia hanya menatap bengis si pelaku dengan satu tangan mencengkram side guard ranjang Caca.
"Dia akan menerima balasan," kata penerjemah Jepang dari polisi yang berkata pada Nakanishi. "Kalau saja sekali lagi kau memukulnya, kau bisa menjadi tahanan juga..."
"Terima kasih tuan penerjemah dan polisi," ucapan Nakanishi ini diterjemahkan kepada pihak kepolisian.
Nakanishi memalingkan wajah, melihat wajah Caca—yang lebih dulu turut membuang muka dari posisi si pelaku. Pemuda dengan tubuh menjulang itu sangat memaklumi bila Caca masih geram—alih-alih ketakutan sebagai korban pelecehan seksual—bahkan Nakanishi sangat mewajarkan bila ada pikiran ingin membalas yang mungkin tengah bersemayam di sanubari gadis itu.
Saat pihak kepolisian mulai membawa si pelaku ke kantor polisi, seorang pria berumur dan bertubuh gemuk masuk menanyakan satu nama pada perawat yang ditemuinya. Perawat yang dihampiri lalu menuntun pria itu ke tempat Caca.
"Caca!" suara itu membuat si gadis menoleh. Tak pelak ia bangun dan menggenggam lengan sang ayah yang mendekat. Isaknya pecah di dada sang ayah. Penerjemah Jepang yang telah bicara dengan perawat yang mengantar ayah Caca lalu bilang pada Nakanishi, bahwa pria gemuk itu adalah ayah Caca. Penerjemah Jepang itu juga bilang tanpa diminta pada ayah Caca, bahwa seorang pria dengan perban di beberapa wajah yang tengah dibawa pihak kepolisian adalah si pelaku.
"Dan dia, yang menolong anak bapak," si penerjemah Jepang mengarahkan pandangan pada Nakanishi. Yang dimaksud pun menunduk sapa dengan sopan. "Dia tidak bisa berbahasa Indonesia, orang Jepang. Anak bapak katanya penerjemahnya selama di sini."
"Hm, my name is Nakanishi," Nakanishi mengenalkan diri setelah sebelumnya bingung akan bicara bagaimana.
"Ibu mana, Yah?" Caca bertanya saat sang ayah terlihat sedikit terpukau oleh sosok Nakanishi.
"Ibu sebentar lagi masuk. Nanti Caca bisa segera peluk ibu." Tidak disadari sang ayah bila sang anak lebih lega bila ibu tidak menampakkan diri karena belum siap bila ibu yang tahu wajah Nakanishi akan melihat sosok yang telah menolong si sulung. "Apa kita akan menunggu cairan infus ini habis supaya kita bisa pulang?" tanya ayah Caca setelah melihat botol tabung infus.
Sang putri sulung tidak menjawab, malah menolehkan pandangan pada Nakanishi, menanyakan hal yang sama dari ayah. Tetapi Nakanishi yang kurang paham, meneruskan hal itu pada si penerjemah bahasa Jepang.
"Iya, Pak. Mungkin tunggu obat infus itu abis. Soalnya tadi perawat bilang, anak bapak sampai tekanan darah rendah parah banget." Si penerjemah yang menjawab.
Sang ayah mengangguk paham. Berkelebat banyak tanya tentang sejak kapan putri sulungnya menemani seorang turis Jepang, namun mengingat kondisi yang dirasa belum memungkinkan maka hal itu diurungkannya.
Nakanishi yang sudah berdiri dari sejak ayah Caca tiba, memberikan kursi pada ayah sang gadis. Setelah dengan kelihatan ragu ayahnya menerima, pandangan lalu secara tegas ditautkan pada sang gadis. "Caca-san, sudah ada ayah(mu). Aku pamit ya. Mohon kabari aku bila sudah sampai rumah, bahkan kalau-kalau butuh bantuan."
Caca mengangguk dan ke sekian kali berterima kasih. Sang ayah memandang tidak paham melihat percakapan sulungnya dengan si turis tampan dari Jepang.
>>>
Kendati sosok yang membuat Caca merasa aman sudah datang, Nakanishi tidak berhenti mengkhawatirkan gadis yang sedang rapuh itu. Air mata itu seperti menyayat batin. Terasa tidak terima atas apa yang dialami gadis itu bila mengingat kembali, betapa gadis itu telah membuat Nakanishi mengurungkan tekad yang nyaris melabuhkan diri ke ambang kebodohan bunuh diri—hanya karena penasaran seperti apa alam kematian.
Memang tidak banyak upaya yang dilakukan Caca saat tiba mencegah, selain berbohong dengan bilang ada barang milik Nakanishi yang ketinggalan. Namun kesadaran pemuda itu mencuat tatkala dipikirnya mengapa gadis itu bisa terlihat dengan sengaja datang mencegahnya. Mengaku follower Wataru sang adik, namun terlihat tidak mungkin tidak kenali diri Nakanishi.
Pemuda itu menelan air ludah. Nyaris tersenyum bila mengingat kembali bahwa memang dirinya sedang dalam upaya bertahan selama berinteraksi dengan Caca, dengan menjadikan diri bak anjing malang yang ditemukan tuan baru.