Nakanishi merasa perlu mempertanyakan dirinya sendiri yang sempat berpikir akan menyelamatkan Caca dari agama yang dianggapnya tidak adil bagi perempuan. Ia merenung, apa yang lebih membuatnya pantas untuk menyelamatkan gadis itu bilamana benar gadis itu sebenarnya tengah tertekan oleh agamanya sendiri? Sedangkan, dirinya saja sudah lama meyakini bahwa agama adalah suatu hal yang dianggapnya tidak begitu penting dalam kehidupan.
Akan diselamatkan seperti apa gadis itu?
Kesadaran atas dirinya dengan napas tersengal-sengal—setelah beberapa kali latihan menari untuk lagu baru—segera diraihnya. Pandangannya pada langit-langit ruangan dialihkan pada salah satu anggota grup yang beberapa detik lalu sedang latihan bersamanya. Tidak disangkanya untuk pertama kali latihan menari kali ini dirinya tidak seutuhnya fokus seperti biasanya, karena terngiang-ngiang percakapannya dengan Shimada.
"Gen, Heiji melihatmu!" Sang pemimpin grup, Aibu Kousei memberi tahu Inukai Gen yang duduk tidak jauh darinya. Ia menahan senyum karena biasanya Nakanishi—yang biasa dipanggil Heiji dalam grupnya itu—akan berbuat kelakar.
Inukai Gen, pria yang lebih tua tiga tahun dari Heiji dan beberapa anggota muda dalam grup itu menoleh dengan napas yang sama dengan seluruh anggota grupnya, yang tersengal-sengal dari sehabis latihan menari. Sama seperti Kousei, ia tertawa geli mengira Nakanishi menatapnya seakan melihat lawan jenis, terlebih teringat pertama bertemu Nakanishi saat akan ikut audisi menjadi anggota grup penyanyi, Nakanishi ternyata mengira dirinya perempuan karena memang wajahnya lebih mirip perempuan. "Ada apa, Heiji? Kau ingin kutinju di bagian mana?"
Sebagian anggota yang tengah istirahat menoleh oleh ucapan Gen, ikut pula melihat si Heiji. Yang ditatap lantas memalingkan wajah dengan menahan gelegak tawa. Ia memang kerap menerima perkataan Gen seperti itu karena Gen selalu jengkel dianggap mirip perempuan, dan lebih jengkel karena di antara para anggota grup, Heiji adalah anggota tertampan, sementara Gen justru meski laki-laki normal namun lebih terlihat cantik.
"Kau harus menyelesaikan urusan dengannya. Dia laki-laki tulen, Heiji!" salah seorang anggota bernama Suzui Shotaro menepuk pelan lengan Heiji yang merentang di dekatnya.
"Bukankah aku pernah bilang kalau kau yang perempuan, maka kau yang akan kulamar, Suzui-chan?"
Tawa dari para anggota berderai. Suzui termasuk anggota dengan wajah seperti perempuan juga, dan sama halnya dengan Gen selalu kesal dianggap cantik.
Mengejek Suzui, salah seorang berlagak peran sebagai Romeo diibaratkan Nakanishi dan seorang lain menjadi Juliet diibaratkan Suzui. Suzui yang jengkel, mengejar dua rekan grupnya itu. Aksi kejar-mengejar mengelilingi anggota-anggota lain yang tengah istirahat pun berlangsung.
Sedangkan Nakanishi, kembali terlihat sedikit merenung. Dalam awang-awang benaknya, ia akan mencari waktu dan tempat untuk bicara dengan Gen.
>>>
"Apa kau baik-baik saja, Heiji?" tanya Gen ketika bicara empat mata itu berlangsung.
"Apakah aku terlihat memprihatinkan?" Heiji justru balik bertanya dengan seraya melalui bahasa tubuhnya menyombongkan diri bahwa ia bertolak belakang dengan apa yang diucapkannya.
Gen tertawa samar, sudah paham betul karakter Heiji yang kerap berkelakar. Namun sungguh menjadi penasaran baginya mengapa anggota tertampan itu mengajaknya melakukan empat mata di salah satu taman kota. Mengingat apa yang diterima Heiji dari karakter yang terakhir diperankan, membuatnya curiga bila Heiji sebenarnya menyembunyikan perasaan kelabu. "Kuharap kau sungguh baik-baik saja."
"Mengapa kau bicara seolah-olah aku sedang terpuruk?"
"Tidak ada yang tahu kondisi hati masing-masing bukan selain pemilik hati itu sendiri? Kau kadang susah ditebak. Aku dan lainnya curiga dengan kondisimu, terlebih kau belakangan ini tiada menerima satu tawaran drama dan film mana pun."
Heiji tertawa ringan. Diam-diam tidak menyangka dirinya akan membuat khawatir rekan satu grup. "Aku akan berusaha baik-baik saja, Gen-chan. Aku hanya ingin istirahat sebentar sebelum kemudian akan siap untuk terima main drama dan film lagi." Sedikit Heiji memberi jeda, dan Gen bersabar mendengarkan. "Aku hanya teringat kau pernah ingin ke Arab...?"
"Ha? Kapan aku pernah berkata begitu?"
"He? Kau tidak ingat? Eh?" Pandangan Heiji kemudian menerawang ke hamparan langit biru, merasa mulai menyadari kekeliruan. "Oh iya, Ichinose yang berkata begitu! Haha!"