Sudah tersebar ke seluruh media di Jepang bahkan sampai ke berbagai akun media sosial lintas negara seputar kabar dunia hiburan Jepang. Penantian dalam bilangan bulan demi bulan membuahkan kabar baik. Heiji sudah siuman, pertama kali dikabarkan melalui akun media sosial grupnya. Waktu yang bergulir dari sejak siuman menunjukkan perkembangan yang kian membaik. Pun terkait pelaku penikaman yang sesuai dengan apa yang diceritakan Heiji, serta pengakuan pelaku yang rupanya memang sosok yang mengirim pesan ancaman kematian.
Hukuman dari pihak berwajib telah ditentukan untuk pelaku, tetapi banyak yang menyayangkan tindakan Heiji yang rupanya tidak lekas melaporkan lebih awal tentang ancaman tersebut. Sudah tidak bisa lagi Heiji menanggapi karena sudah menebak kekecewaan berbagai pihak terhadapnya. Seiring masih dalam perawatan di rumah sakit setelah siuman rupanya diam-diam ia masih didera ketakutan yang tidak ditampilkannya dari raut wajahnya.
Nama Takenaga tebersit dalam lintasan pikirannya setelah rekan-rekan grup berserta staf agensi menengoknya. Heiji mencari kesempatan ketika sendirian untuk meraih ponselnya demi menghubungi Takenaga dan dua lainnya yang dimengertinya tidak pernah menengoknya, karena ia sendiri merahasiakan interaksi dengan tiga orang itu.
Dan pada hari setelah beberapa hari bercengkrama melalui ruang percakapan media sosial, seorang perawat mengetuk pintu kamar VVIP-nya menghadirkan tiga orang yang dinantikan. Takenaga, Shimada dan Pahlevi. Wataru yang saat itu baru keluar dari toilet agak heran dengan tiga wajah yang tidak dikenalinya.
"Mereka teman-temanku," terang Heiji.
"Apa kau mau ditinggal dengan mereka?" Wataru rupanya cukup peka.
"Kau tidak apa-apa?"
"Apa yang kau tanyakan? Aku bertanya padamu."
"Baiklah, ya, aku ingin punya waktu dengan mereka."
Wataru mengangguk paham, meski menyimpan keganjilan karena abangnya tidak pernah mengenalkan tiga teman—dengan salah satu di antara ketiganya terlihat bukan orang dari bangsanya. Ia pun keluar memberikan mereka privasi.
"Nakanishi-san...," desis Shimada prihatin, pun dua lainnya menunjukkan wajah simpati pula. Percakapan singkat seputar kronologi Heiji ditikam pun sempat dibicarakan setelah salah satu dari ketiga tamu ingin memastikan apa yang disebarluaskan oleh media.
"Maafkan saya sudah membuat khawatir," Heiji mengucapkan hal yang sudah diucapkannya pada orang-orang yang lebih dulu menengoknya.
"Sudah, kau tidak perlu minta maaf. Kini kau sudah ditangani dengan baik oleh pihak medis dan si pelaku sedang merasakan akibatnya...," Takenaga bertutur pelan.
"Ya, saya bersyukur saya masih selamat. Dan makanya saya menghubungi kalian," kata Heiji, seraya berusaha untuk duduk dan bersandar di dinding. "Selain memang ada yang ingin saya tanyakan... Saya bermimpi selama koma..."
"Mimpi?"
"Saya dikejar-kejar oleh cahaya putih. Lalu ada suara menanyakan siapa Tuhan saya. Saya takut. Saya jadi teringat saat hampir bunuh diri."
Tiga tamu terdiam, dengan dua dari mereka yakni Shimada dan Pahlevi saling melempar pandang.
"Janganlah kamu mati, melainkan dalam keadaan berpasrah pada Tuhan semesta alam. Begitu suara itu berkata setelah berulang kali saya ditanya siapa nama Tuhan saya."
Masih diam dari ketiga tamu. Sepertinya orang yang ditengok mereka alami pengalaman spiritual melalui mimpi. Terdengar helaan napas ringan dari Takenaga, ia seperti teringat sesuatu.
"Apa yang diucapkan suara itu 'Janganlah kamu mati, melainkan dalam keadaan berpasrah pada Tuhan semesta alam', mengingatkan saya pada sebuah potongan ayat Qur'an."
"Ayat Qur'an?"
"Tapi bunyinya 'Janganlah kamu mati, melainkan dalam keadaan muslim'. Bila ditelusuri tentang arti dari 'muslim', memang artinya menyerah pada Tuhan, berpasrah pada Tuhan. Tuhan yang menciptakan semesta alam."