Anak laki-laki itu sedang bermain sendirian, di lantai ruang tamu. Nggak jauh darinya ada Mama dan Papanya yang sedang berbincang-bincang dengan seorang laki-laki.
"Itu Om Sam, adiknya Papa," kata Mamanya ketika tadi, si anak menanyakan siapa tamu yang baru saja datang. Hari libur yang selalu dia tunggu di setiap akhir pekan, yang biasanya diisi dengan jalan-jalan ke tempat rekreasi atau ke kolam renang terpaksa dibatalkan karena kehadiran Om Sam. Padahal Mamanya sudah berjanji mau mengajaknya ke Taman Safari di Cisarua.
"Kasihan Om Sam baru datang dari luar negeri, dan baru kali ini bisa bertemu dengan Papa karena sibuk. Terakhir bertemu itu waktu kamu baru umur 3 tahun." Mamanya berusaha menenangkan ketika si anak kecil itu merajuk,
"Kamu lupa, ya?"
Usianya baru 5 tahun dan Mama sudah menganggapnya pikun? Manalah si anak ingat kapan dan bagaimana saat terakhir perjumpaannya dengan Om Sam. Mamanya pun memanggil asisten rumah tangga mereka karena anaknya terus saja menangis dan nggak mau turun dari gendongan Mamanya.
Anak kecil pun menggerutu di dalam hati, "Selalu saja pembantu."
Karena memang setiap hari dirinya diurus pembantu, bangun pagi wajah pembantunya yang dia lihat karena Mama dan Papanya sudah berangkat ke tempat kerja. Kalau beruntung, Mamanya pulang saat dia masih belum tidur dan sempat bermain sebentar sebelum Mamanya kembali membuka laptop. Biasanya bila hari libur tiba pembantunya juga libur dari tugas menjaga anak, hanya akan mengerjakan pekerjaan dapur dan membersihkan rumah, tapi kali ini tetap diurus pembantu. Dan pembantu centilnya yang masih muda itu mengajaknya ke luar rumah.
Nggak berapa lama kemudian anak itu masuk kembali ke rumah seorang diri. Dia bete karena pembantunya itu malah asik pacaran dengan sopir tetangga, dia dicuekin sampai tadi kepalanya kejedot pintu pagar, asistennya itu entah nggak peduli atau terlalu asik menikmati gombalan si sopir yang kumisnya jarang-jarang.
Sambil membongkar boks plastik besar berisi mainan dia menatap Om Sam dan lagi-lagi membatin, "Setiap hari aku cuma ditemani pembantu, Paman. Papa dan Mama selalu sibuk kerja."
Om Sam berbincang-bincang sampai tertawa terbahak-bahak. Lalu memanggil anak kecil itu, memangkunya dan bertanya, "Berapa umur kamu sekarang?"
Si anak melebarkan 5 jari tangannya. Om Sam menunjuk jari-jari mungil itu, "berapa itu?"
Ah, masa nggak tahu? Apakah Om Sam nggak pandai berhitung sampai nggak tahu berapa jumlah jari yang dia tunjukkan? Anak kecil saja tahu, pembantunya tahu, tukang cilok, dan tukang mie ayam yang suka lewat di depan rumahnya juga tahu. Semua orang tahu kalau jari tangan itu ada lima di kanan dan lima di kiri. Dia tadi menunjukan yang sebelah kanan, itu jari yang selalu menjadi awalan dalam berhitung mulai dari satu hingga lima, yang sebelah kiri itu jumlahnya sepuluh karena di mulai dari enam hingga sepuluh. Begitulah anak itu memahami jumlah jari-jari tangannya.
"Berapa?" Om Sam mengulangi pertanyaannya.
"Ma!" jawab si anak.
"Apaan, tuh?"
"Ma!"
"Dia bilang lima, Sam," kata Papanya.
"Ooo, limaaa."
Si anak melompat turun dari pangkuan Om Sam dan kembali menuju ke mobil mainan.
"Anak kalian lucu, nggak tambah anak lagi? Mumpung kalian masih muda."
Papa dan Mama menjawab pertanyaan Om Sam dengan anggukan kepala. "Kalau ada rezekinya masa kami tolak."
"Mah, Pah, kalian punya anak satu aja sudah sering ditinggal. Apalagi kalau ada dua anak di rumah ini, bakal jarang pulang," Si anak ngedumel di dalam hati, kemudian meninggalkan mobil-mobilan, mengacak-acak boks mainan yang lain. Diambilnya senapan mainan yang mengeluarkan suara, tret-tret-tret. Ada tombol lampu infra merah yang bisa menyala dengan titik merah untuk membidik sasaran. Sambil berjongkok, mengokang senapan, memicingkan sebelah mata, dia mengarahkan titik sinar merah ke dada Om Sam. Pelatuknya dia tarik, tret-tret-tret. Om Sam sudah mengganggu rencana ke Taman Safari, dan sekarang malah menawarkan anak. Apakah sebenarnya dia tukang jualan anak kecil?
Merasa kurang puas karena tembakkannya nggak berdampak apa-apa, Om Sam nggak terkapar, malah menyeruput kopi. Dia melirik pedang plastik panjang yang mirip samurai. Mulailah dia bergaya bak Naruto yang hendak mengeluarkan jurus, telapak tangan dirapatkan lalu mulai menjalin jari jemari di depan dada, dua jari telunjuknya menyatu dengan lurus sedangkan jari yang lainnya ditekuk.
"U-cin no-cu-cut!" Disebutnya nama jurus kagebunshin no jutsu, jurus seribu bayangan milik tokoh komik Naruto. "Ciaaat!" Si anak berlari menghunus samurai ke arah Om Sam. Gubrak! Dia terjungkal jatuh ke lantai karena kakinya menginjak mobil mainan, dua langkah di dekat Om Sam.
Si anak bangkit sambil meringis menahan nyeri di pinggangnya. Tertatih-tatih kembali ke boks mainan, senyumnya merekah saat menemukan ketapel. Sebutir kelereng dia jadikan peluru, tali karet ketapelnya dia tarik lalu diarahkan ke target. Ctar! Kelereng itu melesat, tuk! Mengenai pinggiran meja tamu, memantul balik, pletak! Biji kelereng itu berbalik mengenai jidat si anak.
"Waaaa!" Si anak menjerit kesakitan.
Mama, Papa, dan Om Sam kaget, langsung menghampiri si anak yang menangis sambil memegangi jidatnya yang benjol seukuran bola pingpong.
"Sudah waktunya dia punya adik. Kasihan main sendiri jadinya begini, Kak," kata Om Sam.