Keara,
Cinta pertamaku, menggasing di lesung pipitmu, sepasang remaja berkejaran di taman bunga kenangan.
“Lihat!” Telunjukku mengarah ke kejauhan. Kupu-kupu bersayap biru terbang rendah di bibir cahaya.
“Aku akan mengejarnya,” katamu.
Punggungmu yang berguncang meninggalkan dadaku yang mendadak rindu, kemudian di mataku segala tentangmu, perlahan menjadi bait-bait puisi: rambutmu jadi keemasan / disaput cahaya pagi pukul sembilan / langkah-langkah kecilmu yang cepat / mendesir gamang di jalan-jalan darahku yang melambat.
Aku akan mengejarmu, kataku dalam hati. Aku akan mengejarmu. Lalu, kamu menolehkan wajahmu ke arahku, tertawa tanpa suara.
“Ayo!” katamu sambil terus mengejar kupu-kupu bersayap biru. Aku terus mengejar punggungmu. Sepasang remaja, berlarian di bibir cahaya.