Aku hanya pengarang amatir yang bermimpi menerbitkan novelnya dan terkenal. Jika beruntung, novelku akan difilmkan. Aku selalu membayangkan hari itu akan terjadi dalam hidupku. Suatu saat nanti.
“Untuk apa terkenal?” tanyamu.
“Entahlah.” Aku memang tak punya jawaban lainnya. “Sepertinya menarik untuk jadi terkenal. Itu aja.”
“Aku sih, nggak mau terkenal,” katamu. “Kayaknya nggak nyaman jadi orang terkenal. Orang-orang akan banyak tahu tentang kita.”
“Apa yang salah jika orang lain tahu tentang kita?” tanyaku.
“Kadang-kadang kita nggak mau orang lain tahu tentang apa yang kita lakukan, kan? Kita selalu butuh privasi. Ada hal-hal yang kita tidak mau orang lain tahu. Aku tidak mau orang lain tahu segalanya tentangku.”
Aku selalu suka caramu menjelaskan sesuatu. “Jangan menulis karena ingin jadi terkenal,” lanjutmu.
Aku berpikir sejenak. “Kalau aku harus terkenal, aku tak bisa mencegah diriku sendiri untuk tidak terkenal!” Aku berusaha berkelit. Nyengir.
Kamu cemberut. “Mungkin aku tidak siap menjadi pacar orang terkenal.” Kamu mengangkat kedua bahumu. “Orang-orang tidak akan menyukaiku.”
Kita saling menatap. Sedikit merasa bersalah. “Aku hanya ingin menulis,” ujarku. “Menyenangkan saja rasanya jika banyak orang membaca kisah-kisahku.”
“Aku mengerti,” katamu.
Aku bahagia kamu mengerti.